Nationalgeographic.co.id—Masalah tiga benda adalah salah satu misteri tertua dalam fisika. Permasalahan ini menyangkut gerakan sistem tiga benda –seperti Matahari, Bumi, dan Bulan– dan bagaimana orbitnya berubah dan berevolusi karena gravitasi timbal baliknya.
Ketika satu objek besar mendekati objek yang lain, gerakan relatif kedua objek itu mengikuti lintasan yang ditentukan oleh gaya tarik gravitasi timbal balik keduanya. Namun ketika kedua objek itu bergerak bersama dan mengubah posisi mereka di sepanjang lintasan mereka, gaya di antara mereka, yang bergantung pada posisi timbal balik mereka, juga berubah. Pada akhirnya hal ini mempengaruhi lintasan mereka dan lain-lain.
Untuk dua benda (misalnya seperti Bumi yang bergerak mengelilingi Matahari tanpa pengaruh benda lain), orbit Bumi akan terus mengikuti kurva yang sangat spesifik, yang dapat dijelaskan secara akurat secara matematis (elips).
Namun, begitu seseorang menambahkan objek lain, interaksi kompleks ini menimbulkan permasalahan tiga benda. Hal ini disebut sebagai masalah karena sistem tersebut menjadi kacau dan tidak dapat diprediksi. Siapa pun tidak dapat begitu saja menentukan evolusi sistem tersebut dalam skala waktu yang lama.
Permasalahan fisika yang disebut juga sebagai masalah tiga tubuh ini telah menjadi subjek penelitian ilmiah selama lebih dari 400 tahun. Di masa lalu, para fisikawan termasuk Isaac Newstom telah mencoba memecahkan misteri yang disebut masalah tiga benda ini.
Pada tahun 1889, Raja Oscar II dari Swedia bahkan menawarkan hadiah, untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-60, kepada siapa saja yang dapat memberikan gambaran umum atas misteri fisika tersebut. Pada akhirnya, matematikawan Prancis Henri Poincaré yang memenangkan kompetisi itu.
Baca Juga: Upaya Memecahkan Misteri Kuno 'Komputer Pertama' Berusia 2.000 Tahun
Poincaré membeberkan solusi yang justru membuktikan bahwa interaksi tersebut kacau, dalam arti bahwa hasil akhirnya pada dasarnya acak. Temuannya ini kemudian membuka bidang penelitian ilmiah baru, yang disebut teori chaos.
Tidak adanya solusi untuk masalah tiga benda ini menyebabkan para ilmuwan tidak dapat memprediksi apa yang terjadi selama interaksi yang erat antara sistem biner (terbentuk dari dua bintang yang mengorbit satu sama lain seperti Bumi dan Matahari) dan bintang ketiga. Kecuali kalau mereka mensimulasikannya di komputer dan mengikuti evolusi sistem tersebut selangkah demi selangkah.
Simulasi semacam itu menunjukkan bahwa ketika interaksi semacam itu terjadi, interaksi itu berlangsung dalam dua fase. Fase pertama adalah fase kacau ketika ketiga benda saling tarik-menarik dengan kuat, sampai satu bintang dikeluarkan dan kemudian terjadilah fase kedua. Jika bintang ketiga itu berada pada orbit yang terikat, bintang itu akhirnya turun kembali ke arah sistem biner sehingga fase pertama terjadi sekali lagi. Keberulangan itu baru berakhir ketika, pada fase kedua, salah satu bintang lolos pada orbit yang tidak terikat sehingga tidak pernah kembali ke sistem biner tersebut.
Baca Juga: Berapa Orang yang Diperlukan untuk Membangun Piramida Agung Giza?
Dalam sebuah makalah yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Physical Review X, mahasiswa PhD Yonadav Barry Ginat dan Profesor Hagai Perets dari Technion-Israel Institute of Technology menggunakan keacakan ini untuk memberikan solusi statistik untuk seluruh proses dua fase tersebut. Mereka menghitung kemungkinan hasil yang diberikan dari setiap interaksi fase-1.
Meski kekacauan menyiratkan bahwa solusi lengkap tidak mungkin, sifat acaknya memungkinkan seseorang untuk menghitung probabilitas bahwa interaksi sistem tiga benda berakhir dengan satu cara tertentu, daripada yang lain. Kemudian, seluruh rangkaian pendekatan dapat dimodelkan dengan menggunakan jenis tertentu dari matematika, yang dikenal sebagai teori jalan acak, yang kadang-kadang disebut juga sebagai "jalan pemabuk."
Istilah teori ini mendapatkan namanya dari ahli matematika yang berpikir tentang seorang pemabuk yang sedang berjalan. Ia menganggap proses jalan si pemabuk itu sebagai proses acak dengan setiap langkah yang tidak disadari oleh pemabuk itu sendiri. Ia tidak sadar di mana ia berada dan kemudian juga mengambil langkah berikutnya dalam beberapa arah acak. Pada dasarnya, sistem tiga benda itu berperilaku dengan cara yang sama.
Setelah setiap pertemuan dekat, salah satu bintang dikeluarkan secara acak (tetapi dengan tiga bintang secara kolektif masih menjaga energi dan momentum keseluruhan sistem). Orang dapat menganggap rangkaian pertemuan jarak dekat sebagai jalan seorang pemabuk. Seperti langkah seorang pemabuk, sebuah bintang dikeluarkan secara acak, kembali, dan yang lain (atau bintang yang sama) dikeluarkan ke arah acak yang mungkin berbeda (mirip dengan langkah lain yang diambil oleh pemabuk) dan kembali, dan seterusnya, sampai sebuah bintang benar-benar dikeluarkan ke tidak pernah kembali (dan pemabuk itu jatuh ke dalam selokan).
Baca Juga: Seorang Narapidana AS Berhasil Memecahkan Permasalahan Matematika Kuno
Apa yang Ginat dan Perets tunjukkan dalam penelitian baru mereka ini adalah bagaimana teori jalan acak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah tiga benda. Mereka menghitung probabilitas setiap konfigurasi biner-tunggal fase-2 (misalnya, probabilitas menemukan energi yang berbeda), dan kemudian menyusun semua dari fase individu, menggunakan teori jalan acak, untuk menemukan probabilitas akhir dari setiap hasil yang mungkin.
"Kami datang dengan model jalan acak pada tahun 2017, ketika saya masih mahasiswa sarjana," ujar Ginat, seperti dikutip dari SciTechDaily.
"Saya mengambil kursus yang diajarkan oleh Profesor Perets, dan di sana saya harus menulis esai tentang masalah tiga benda. Kami tidak menerbitkannya pada saat itu, tetapi ketika saya memulai studi Ph.D., kami memutuskan untuk memperluas esai dan menerbitkannya."
Sekarang, dengan hasil studi terbaru yang dibuat oleh Ginat dan Perets, seluruh interaksi tiga-benda, tiga-tubuh, atau multi-tahap, dapat diselesaikan sepenuhnya secara statistik.
"Ini memiliki implikasi penting bagi pemahaman kita tentang sistem gravitasi, dan khususnya dalam kasus di mana banyak pertemuan antara tiga bintang terjadi, seperti di gugusan bintang yang padat," ujar Profesor Perets.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR