Judul di atas sama sekali bukan mengajak Anda menikmati sebuah cerpen alias cerita pendek. Namun memberikan semacam pandangan, bahwa cokelat [gula-gula] mampu memberikan semangat atau mood booster saat bepergian jarak jauh.
Seperti tugas yang baru saja saya selesaikan bersama tim ekspedisi mini National Geographic Traveler Indonesia. Kami melakukan perjalanan menyusuri pesisir selatan Jawa Barat dan Banten. Salah satunya adalah rute dari Jakarta menuju Desa Sawarna [lihat liputannya di sini dan di sini].
Untuk tahapan atau etape ini, sekali jalan menghabiskan waktu tidak kurang dari enam jam. Lintasan yang dipilih adalah Jakarta, Bogor, Sukabumi, Cikidang, Pelabuhan Ratu, Cibareno dan finish di Sawarna. Situasi jalan yang dihadapi adalah kontur naik turun, tikungan patah dan tajam, jalan kondisi rusak sampai rusak parah, serta kemacetan luar biasa saat memasuki Sukabumi dari arah Bogor.
Maka pilihan paling nyaman bagi kami adalah jenis-jenis kendaraan yang tahan segala medan seperti sport-utility vehicle (SUV) dan D-Cab [Double Cabin], dilengkapi sistem penggerak empat roda (4x4), dan menggunakan mesin Diesel sehingga konsumsi bakar lebih hemat.
Karnadi, pengusaha kedai sari laut "Pak Mandor" di Desa Sawarna mengungkapkan, "Bila ke sini menggunakan rute dari Pelabuhan Ratu mesti sabar, karena kondisi jalan rusak."
Patokan tentang situasi dan kondisi ruas jalanan di lintasan yang kami pilih digambarkan Pak Mandor, begitu Karnadi biasa diakrabi, "Kalau disopiri dan kita bisa tidur, itu pertanda jalanan masih mulus. Bila sudah terbangun lagi, artinya sudah masuk kawasan dengan jalanan rusak karena kita terguncang-guncang."
Meski demikian, ia menyatakan kondisi Jalan Raya Sawarna sudah cukup bagus, bila rute yang diambil adalah dari Pelabuhan Ratu. "Bila dari arah Serang dan Pandeglang, kalian mesti lebih sabar lagi," imbuhnya. "Jalan Raya Sawarna ini peninggalan zaman Jepang. Bagian atas sudah diperkuat dan ditambahi material. Tetapi masih saja mengelupas sana-sini sehingga di kendaraan kita tidak nyaman."
Jalan Raya Sawarna yang lenggang menjadi bonus kami selama perjalanan ini. Kata Pak Mandor, "Sebuah keberuntungan karena kalian ke sini tidak di saat-saat akhir pekan."
Berdasar pengalamannya sebagai warga lokal, Jumat malam, Sabtu dan Minggu adalah puncak naiknya arus lalu-lintas Sawarna kurun tiga tahun terakhir. "Itu belum mencakup tanggal merah, Lebaran dan tahun baru," imbuhnya. "Kami pernah mengalami Jalan Raya Sawarna macet tak bergerak sampai berkilo-kilometer. Juga terjadi kesulitan mencari lahan parkir."
Penuturan Pak Mandor ini bisa dijadikan tips, bahwa waktu terbaik berkendara ke Sawarna adalah di luar akhir pekan. Sehingga ruas jalan yang dilahap cukup lenggang dan konsentrasi terjaga untuk melihat kondisi fisik jalan.
Tidak kalah penting adalah bekal sepanjang perjalanan. Bukan jenis yang terlalu mengenyangkan [membuat mata berat dan mengantuk], tetapi sebaliknya: merasa segar dan terjaga dari kantuk. Seperti yang dilakukan driver kami, Fae Lubis dengan membagikan cokelat gula-gula bercita rasa tidak terlalu manis [dari jenis dark chocolate].
"Ngemil cokelat pahit, membuat saya terus bersemangat menyetir," jelas pria yang sering dipanggil Abang ini. "Alternatifnya biskuit, biasanya rasa asin dan gurih. Serta banyak minum air mineral."
Asupan tambahannya adalah minum madu murni beberapa sendok. Sedang Rahman Ghani, rekan perjalanan kami lainnya selalu menyiapkan supplement drink untuk menjaga keseimbangan ion-ion tubuh. Apapun bisa dipilih, asal tidak mengandung unsur kafein yang malahan membuat tubuh sulit beristirahat.
"Selain itu, ada yang perlu kita jaga selama berkendaraan: kalem dan jaga emosi," tambah Abang sembari tersenyum. "Dengan begitu, perjalanan kita pun terasa makin indah."
Sepakat. Dengan berkendaraan kita juga belajar memahami karakter pengemudi lainnya, sekaligus teman seperjalanan. Bisa jadi rasanya seperti sepotong cokelat: sangat manis lagi melenakan atau cenderung pahit namun membuat mata tetap terjaga.
Penulis | : | |
Editor | : | Jessi Carina |
KOMENTAR