Pusat perawatan bagaikan kawah candradimuka bagi para pecandu buat memulihkan jiwa dan tubuhnya. Namun, panti yang terletak di Ciwaruga, Bandung Barat ini jauh dari kesan sebagai tempat pemulihan bagi pemadat.
Para pegiat Rumah Cemara sebagian besar mantan pecandu dan 85 persen adalah pengidap virus HIV. Latar belakang yang sama inilah yang menjadi bekal dalam berinteraksi langsung dengan mereka yang masih kecanduan dan yang mengidap HIV/AIDS.
Sentuhan di lapangan menjembatani mata rantai yang terputus dalam pemulihan pecandu dan mendukung semangat orang dengan HIV/AIDS. Seringkali mereka enggan mengakses layanan kesehatan yang telah disediakan pemerintah.
Salah seorang pendirinya, Ginanjar Koesmayadi mengisahkan, tujuan Rumah Cemara sangat sederhana. “Kami yang pulih dari kecanduan narkoba ingin punya komunitas,” tutur Ginan, sapaan akrabnya.
Pada tahun pertamanya, usai mendirikan pusat perawatan, para pendiri juga menyadari pecandu amat rentan terhadap infeksi HIV/AIDS. Ini terutama bagi para pengguna narkoba suntik (penasun) yang kerap memakai satu jarum beramai-ramai.
Lantas, dibentuklah Bandung Plus Support buat mendampingi orang dengan HIV/ AIDS.
Para pecandu dan penyandang HIV/ AIDS yang telah lama didampingi secara individu disarankan untuk berhimpun. “Dalam kelompok, mereka akan saling mendukung dan mengingatkan secara mandiri.”
Direktur Rumah Cemara Anton Djajapawira menyatakan, layanan individu berupa pendampingan sebaya terhadap pecandu dan pengidap HIV/AIDS. Para pegiat Rumah Cemara saban hari mendampingi pecandu yang turut serta dalam terapi Methadone di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Selain itu, pendampingan individu juga dilakukan bagi orang dengan HIV/AIDS di Klinik Teratai di rumah sakit yang sama.
Penulis | : | |
Editor | : | Prana Prayudha |
KOMENTAR