Hari ini (30/9), WWF secara global merilis Living Planet Report 2014, yaitu sebuah laporan berbasis analisis ilmiah tentang kesehatan Planet Bumi serta dampaknya terhadap aktivitas manusia. Menurut laporan tersebut, kota-kota di Asia menunjukkan adanya solusi ramah lingkungan dalam menghadapi permasalahan lingkungan global yang tingkat ancamannya semakin tinggi.
Solusi-solusi tersebut dibutuhkan sejalan dengan semakin mengkhawatirkannya status populasi satwa liar yang kian menurun tajam.
Laporan ini menyatakan bahwa populasi global untuk spesies ikan, burung, mamalia, amfibi dan reptil telah menurun 52% dalam kurun waktu 40 tahun. Pada periode tersebut, angka penurunan keanekaragaman hayati di kawasan Asia Pasifik berada tepat di bawah Amerika Latin.
Living Planet Report 2014 juga menunjukkan bahwa jejak ekologis (Ecological Footprint) –sebuah tolak ukur tuntutan kebutuhan manusia pada alam– terus mengalami peningkatan. Hilangnya keanekaragaman hayati dan jejak ekologis yang tidak berkelanjutan, dapat mengancam sistem alam dan kesejahteraan manusia. Namun sebaliknya dapat juga mengarahkan manusia pada tindakan yang dapat mengubah tren saat ini.
“Keanekaragaman hayati merupakan bagian yang sangat penting dalam menyokong kehidupan di Bumi –dan merupakan barometer dari apa yang telah kita perbuat kepada planet ini. Kita sangat membutuhkan tindakan global yang berani di semua sektor kehidupan untuk membangunan masa depan yang berkelanjutan,” kata Direktur Jenderal WWF Internasional, Marco Lambertini.
Ancaman-ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati global adalah penurunan kualitas dan hilangnya habitat, penangkapan dan perburuan satwa liar, serta perubahan iklim. Dari ribuan spesies yang dikaji dalam laporan ini, kawasan tropis mengalami kehilangan populasi sebanyak 56%, dibandingkan dengan kawasan beriklim sedang (dikenal dengan daerah temperate) yang hanya 36%.
Menurut CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah, “Degradasi, fragmentasi dan hilangnya habitat adalah ancaman yang terus menerus terjadi bagi satwa-satwa terancam punah di Indonesia termasuk harimau sumatera, gajah sumatera, badak jawa, badak sumatera, orangutan sumatera dan orangutan kalimantan.
Kita harus menahan dan mencegah laju degradasi dan hilangnya habitat sebagai satu-satunya cara mempertahankan keberadaan spesies-spesies tersebut, demi sebuah masa depan yang berkelanjutan.”
Seiring dengan penurunan keanekaragaman hayati, peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi per kapita di Asia terus mendorong peningkatkan jejak ekologis di kawasan ini. Secara global, tuntutan kebutuhan manusia pada planet ini telah mencapai 50% lebih banyak dari apa yang alam dapat sediakan secara alami.
Dengan kata lain, dibutuhkan 1,5 Planet Bumi untuk dapat memproduksi kebutuhan-kebutuhan manusia saat ini. !break!
Living Planet Report 2014 dipublikasikan pada saat di mana sebagian besar populasi manusia hidup di perkotaan.
Di satu sisi, kawasan perkotaan di seluruh dunia bertanggung jawab atas lebih dari 70% pemanfaatan energi yang menimbulkan emisi karbon, tetapi di sisi lain juga berpotensi sebagai pusat produksi energi terbarukan dan efisiensi energi.
Memutuskan hubungan antara jejak ekologis dengan pembangunan merupakan prioritas utama yang diindikasikan oleh Living Planet Report 2014. Penelitian yang disajikan dalam laporan ini menunjukkan bawah terdapat kemungkinan untuk meningkatkan standar hidup dan pada saat yang sama membatasi pengunaan sumber daya alam.
Living Planet Report 2014 merupakan edisi ke-10 dari publikasi utama dua tahunan yang dirilis oleh WWF. Laporan ini mencatat lebih dari 10.000 populasi spesies vertebrata sejak 1970 hingga 2010, melalui Living Planet Index – sebuah database yang dikelola oleh Zoological Society of London (ZSL). Pengukuran untuk Jejak Ekologi manusia dilakukan oleh Global Footprint Network (GFN).
Living Planet Index tahun ini menampilkan metodologi yang telah diperbarui sehingga lebih akurat dalam melacak keanekaragaman hayati global dan mampu menyediakan gambaran yang lebih jelas mengenai kesehatan lingkungan hidup di sekitar kita.
Dengan penemuan yang mengungkapkan kondisi spesies dunia kian memburuk, laporan ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat madani berdialog, mengambil keputusan dan bertindak, di masa yang sangat penting bagi planet ini.
Tidaklah mudah menemukan solusi-solusi inovatif dalam menghadapi permasalahan lingkungan hidup. Laporan ini pun memuat “One Planet Perspective” yang menyajikan bagaimana Asia dan negara-negara di belahan Bumi lainnya dapat menjaga jejak ekologis mereka sehingga tidak melebihi kemampuan planet ini untuk menyediakannya.
Juga ditampilkan contoh-contoh bagaimana masyarakat di Asia mengurangi jejak ekologis dan memutarbalikan hilangnya keanekaragaman hayati, seperti masyarakat Shanghai yang mendukung pemasangan panel surya, masyarakat Seoul yang berpartisipasi di “No Driving Day”, serta masyarakat Jepang di Kota Sendai yang mengembangkan peraturan green purchasing.
Dr. Efransjah juga menambahkan, “Kita sebagai masyarakat, mempunyai kekuatan mengambil pilihan bijak menjalankan gaya hidup kita, agar tidak menambah tekanan pada Bumi dan menghindari hilangnya keanekaragaman hayati yang lebih banyak lagi. WWF juga terus mendesak sektor bisnis untuk melakukan transformasi dalam memproduksi berbagai kebutuhan kita, agar produk-produk yang dihasilkan tidak membahayakan Bumi kita.”
Dengan mengikuti program WWF, masyarakat dapat mulai mengubah haluan tren yang ditunjukkan dalam Living Planet Report 2014.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR