Para pemuka adat dan tokoh masyarakat di Banyuwangi, Jawa Timur, resah oleh gencarnya acara seremonial pariwisata di daerahnya.
Acara seremonial pariwisata yang seharusnya turut mengangkat kebudayaan dan adat justru menggeser makna ritual adat itu sendiri.
Hal itu mengemuka dalam workshop sosialisasi program Rumah Budaya Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Minggu (9/11), yang diadakan Lembaga Masyarakat Adat Using.
Dalam diskusi itu terungkap bahwa sebagian ritual adat dipaksa menyesuaikan kalender wisata untuk menarik wisatawan, padahal seharusnya pelaksanaan adat berdasar pada perhitungan adat dan tanda-tanda alam. Panggung hiburan bahkan ikut ambil bagian di pelaksanaan ritual.
Adat budaya kebo-keboan, atau upacara mulai tanam padi di Desa Alas Malang, Banyuwangi, yang pekan lalu dilaksanakan adalah contoh tradisi yang sudah terkooptasi arus pariwisata. Ritual itu kini hanya dipandang sebagai acara untuk menarik minat wisatawan datang ke Alas Malang. Adapun esensi dari penyelenggaraan kebo-keboan misalnya masuknya roh leluhur ke dalam raga pelaku justru tak didapatkan.
Ritual yang sakral seperti itu bahkan sering gagal karena upacara adat harus menunggu kedatangan pejabat. ”Lebih parah lagi di dekat tempat ritual, justru berdiri panggung dangdut,” kata Hasan Basri, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Using.
Ritual adat dipaksa menyesuaikan kalender wisata untuk tarik wisatawan.
Upacara petik laut di Muncar juga menuai kritik karena mengejar hari Minggu agar pengunjung kian banyak, padahal berdasar perhitungan para pemuka adat, ritual itu seharusnya berlangsung Sabtu lalu.
Menurut Sahuri, pelaku adat dari Rogojampi, Banyuwangi, seharusnya pelaku pariwisata termasuk pemerintah permisi pada pemuka adat setempat jika ingin ikut serta dalam pelaksanaan adat, karena dalam hal ritual adat, pemuka adatlah yang mempunyai kewenangan penuh.
Ketua Dewan Kesenian Banyuwangi Samsudin Adlawi yang juga hadir dalam diskusi tersebut sepakat bahwa harus ada batas yang jelas intervensi pemerintah dalam adat.
Kepala Bidang Kepariwisataan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Dariharto mengatakan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tentu saja tak mempunyai niat merusak esensi ritual yang menjadi tradisi masyarakat. Program pendukung hanya akan berada di sisi kiri dan kanan saat acara adat di gelar.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR