Nationalgeographic.co.id—Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah resmi menjalin kemitraan strategis dengan raksasa energi global, ExxonMobil. Kesepakatan ini diklaim dapat memperkuat sektor energi dan industri di Indonesia.
Kemitraan ini, yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada tahun 2025, menandai babak baru dalam upaya Indonesia untuk mengembangkan industri petrokimia yang berkelanjutan dan menerapkan teknologi canggih untuk mengurangi emisi karbon.
Nilai investasi yang diperkirakan mencapai AS$10 miliar (setara Rp161 triliun) ini menjadikan proyek ini sebagai salah satu investasi asing terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
“Proyek ini memiliki nilai strategis yang sangat signifikan, dengan perkiraan investasi sebesar AS$10 miliar,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, seperti dilansir laman Carbon Herald.
"Kami berharap proyek ini akan memberikan dampak besar pada pembangunan Indonesia di berbagai sektor."
Salah satu fokus utama dari kemitraan ini adalah pengembangan industri petrokimia. Industri petrokimia, yang merupakan sektor vital dalam berbagai industri manufaktur, akan mendapatkan dorongan signifikan dengan adanya investasi dari ExxonMobil.
Selain itu, proyek ini juga akan fokus pada penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Teknologi CCS merupakan solusi inovatif untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dengan cara menangkap dan menyimpannya di bawah tanah.
“Kami berharap proyek ini akan menghasilkan efek pengganda bagi pertumbuhan bisnis lokal melalui kemitraan strategis,” ujar Hartarto.
Hartarto optimis bahwa dengan penerapan teknologi CCS pertama ini, Indonesia dapat mengurangi emisi CO2 hingga 90%. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Kemitraan strategis ini tidak hanya akan memberikan dampak positif bagi sektor energi dan industri, tetapi juga akan memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Proyek ini diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah besar, meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan royalti, serta mendorong pertumbuhan industri-industri terkait.
Baca Juga: Penelitian: Bahan Bangunan Sanggup Serap Karbon Hingga 16 Miliar Ton per Tahun
KOMENTAR