“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa,” pekik seorang penari lelaki yang memerankan Gajah Mada. Kemudian dia melanjutkan, “Lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.”
Pekikan Gajah Mada, yang dikutip dari Kakawin Nagarakertagama, dikenang sebagai Sumpah Palapa, sebuah tekad untuk menundukkan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara di bawah payung Majapahit.
Kidung Tari Rajapatni digelar di pelataran Candi Brahu pada Jumat malam, 21 November 2014. Pentas ini merupakan bagian dari Festival Trowulan Majapahit yang telah digelar sejak 6 hingga 23 November. Mereka yang terlibat dalam festival ini umumnya adalah warga Trowulan.
Untaian acara ini ditujukan untuk memperingati berdirinya Kerajaan Majapahit, sebuah peristiwa bersejarah tatkala bertakhtanya Raden Wijaya sebagai raja pertama Majapahit pada 10 November 1293.
Pagelaran ini merupakan wujud kolaborasi modern para begawan seni Indonesia bersama warga Trowulan. Para begawan seni tari itu adalah Retno Kusumaningrum, Bulan Trisna Djelantik, Cok Ratih, Heri Lentho, hingga Rahayu Supanggah.
Siapakah Gayatri Rajapatni?
Hasan Djafar, seorang arkeolog, epigraf, dan ahli sejarah kuno Indonesia, turut memirsa pentas di pelataran Candi Brahu itu. Mang Hasan, demikian sapaan akrabnya, duduk lesehan bersama para begawan arkeologi lainnya dan warga Trowulan. Dia memberikan pemerian tentang sosok perempuan di balik kemegahan Majapahit tersebut.
Mang Hasan telah menyelisik naskah Nagarakertagama gubahan jurnalis pionir pada masa klasik Indonesia, Rakawi Prapanca. Sebelum pentas dimulai, Hasan berkata, “Gayatri merupakan satu di antara empat istri Raden Wijaya—raja Majapahit pertama. Dia adalah putri Kertanegara. Dari Gayatri itulah lahir penerus takhta Majapahit yang bernama Tribhuanna Wijayatungga Dewi.”
“Gayatri merupakan satu di antara empat istri Raden Wijaya—raja Majapahit pertama."
Adegan penobatan Wijaya sebagai raja digambarkan dengan seorang penari lelaki yang memakai mahkota. Dalam iringan kumandang Kakawin Nagarakertagama, sang lelaki itu menghampiri penari perempuan yang memerankan Gayatri. Selanjutnya, Gayatri ditahbiskan sebagai Permaisuri Rajapatni.
Meskipun tema kidung tari ini merujuk nama permaisuri Sang Raja, pagelaran berkisah tentang perjalanan masa akhir Singhasari hingga puncak keemasan Majapahit.
Kuluban, kudapan serba rebusan, disajikan kepada para pemirsa "Kidung Tari Rajapatni" yang duduk lesehan di rerumputan Candi Brahu. Kuluban kerap dijumpai dalam berbagai prasasti penetapan daerah sima (desa bebas pajak) di Majapahit. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
Munculnya sosok Gajah Mada didahului adegan terbunuhnya raja kedua Majapahit, Jayanegara—sepupu dari Gayatri. Tatkala Majapahit dilanda perang saudara dalam Pemberontakan Sadeng, Gajah Mada muncul sebagai penyelamat Majapahit.
Kemudian putri Gayatri yang bernama Tribhuanna Wijayatungga Dewi naik takhta sebagai raja ketiga dan Gajah Mada diangkat sebagai patih di salah satu daerah Majapahit. Sementara upacara penobatan keduanya berlangsung, Gayatri memilih mengabdikan dirinya sebagai biksuni.
Mang Hasan menerjemahkan Sumpah Palapa yang diikrarkan pemeran Gajah Mada tadi.
“Kalau sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat. Kalau kalah Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, ketika itulah saya akan beristirahat,” kata Mang Hasan menerjemahkan makna Sumpah Palapa.
“Tidak ada hubungannya dengan buah palapa,” ungkap Mang Hasan. “Pala itu dalam arti harafiahnya adalah buah, namun di sini artinya kenikmatan atau mengemban tugas.” Amukti palapa dalam konteks ini merujuk beristirahat atau pensiun, demikian ujarnya, yang artinya Gajah Mada tidak akan menjabat lagi atau dengan kata lain berhenti berbakti kalau kerajaan-kerajaan itu sudah dikalahkan oleh Majapahit. “Amukti artinya berhenti melaksanakan kewajiban!”
“Sumpah yang diikrarkan Gajah Mada itu tidak terbukti, kecuali Bali dan Dompo,” ungkap Mang Hasan. “Itu baru keinginan Gajah Mada, bukan bukti penaklukkan. Sumpah Palapa merupakan pernyataan politiknya ketika dia dilantik oleh Tribhuana sebagai Patih Majapahit.”
“Majapahit bukan kerajaan maritim, namun kerajaan agraris semikomersial.”
Dia mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan lain di Nusantara bukan merupakan negeri taklukkan Majapahit, namun mitra yang bersama-sama mengadakan persekutuan yang saling menguntungkan. Majapahit akan membeli kebutuhan pokok dari pedagang asing kemudian menjual kepada kerajaan mitranya. Sebaliknya, demikian papar Mang Hasan, Majapahit membeli sumber daya kerajaan mitranya kemudian menjualnya kepada pedagang asing. “Ini adalah hubungan bilateral. Sunda yang satu pulau pun tidak pernah dijajah Majapahit!”
Akhir-akhir ini kerajaan adikuasa pada masa akhir klasik Nusantara itu kerap digadang-gadang sebagai legenda kerajaan maritim. Namun, Mang Hasan punya tafsiran lain tentang kerajaan tersebut. Dia mengutip pernyataan Profesor Sartono Kartodiredjo, “Majapahit bukan kerajaan maritim, namun kerajaan agraris semikomersial."
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR