Seluruh dunia memperingati Hari AIDS setiap 1 Desember. Meski penyakit ini tidak bisa disembuhkan, tapi penularannya bisa dicegah. Penyakit yang memiliki stigma akibat "perilaku tidak bermoral" ini ternyata cukup banyak diderita para ibu rumah tangga.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga September 2014, pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 54 persen laki-laki dan perempuan 29 persen. Sementara itu 17 persen tidak melaporkan jenis kelamin. Dari 29 persen tersebut, kebanyakan adalah ibu rumah tangga, yaitu mencapai 6.539 orang.
“Jumlah AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga. Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual yaitu 61,5 persen, diikuti penularan melalui perinatal (kelahiran) 2,7 persen,” ujar Kepala Balitbangkes Kemenkes Tjandra Yoga Aditama melalui siaran pers yang diterima wartawan, Minggu (30/11).
Sejumlah ibu rumah tangga tersebut banyak tertular virus HIV dari suaminya yang pernah berhubungan seksual dengan pekerja seks atau memakai jarum suntik tidak steril. Untuk mecegah terjadinya penularan HIV pada perempuan di usia reproduksi, pemerintah pun menyosialisasikan prinsip ABCD, yaitu Absen seks, Bersikap saling setia, Cegah dengan kondom, Dilarang menggunakan Napza.
Para ibu yang positif HIV juga tak perlu takut hamil atau mempunyai anak. Saat ini program pencegahan penularan ibu ke anak (PPIA) terus dilakukan. Kepada ibu hamil, petugas kesehatan wajib menawarkan tes HIV. Jika positif, para ibu bisa melakukan tes dan konseling HIV/AIDS, pemberian terapi antiretroviral (ARV) yang akan dipantau.
Jika diketahui lebih awal, risiko penularan dari ibu hamil positif HIV ke bayinya sangat rendah dengan pemberian ARV. Bahkan, ibu hamil positif HIV tetap bisa menyusui anakya tanpa risiko penularan.
“Kebijakan Kemkes saat ini adalah ibu hamil positif HIV untuk segera di berikan ARV tanpa melihat berapa pun nilai CD4-nya,” ujar Tjandra.
Setelah itu, pemeriksaan rutin harus dilakukan hingga masa persalinan ibu hamil juga akan diberi edukasi manajemen laksatasi yang baik untuk mencegah lecet dan radang payudara. Jika puting sedang lecet atau luka, maka ASI tidak bisa diberikan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR