Standar keamanan
Briefing Wido berikutnya adalah soal standar keamanan. Semua penyelam, tegas dia, harus mematuhi standardisasi tersebut.
Para penyelam diwajibkan memakai sarung tangan untuk mencegah penularan penyakit atau infeksi kuman dalam kontak dengan jenazah korban. "Kalau tangan kita lecet sedikit saja, darah (atau jaringan) korban bisa masuk," kata dia.
Wido juga menyarankan para penyelam menggunakan masker untuk menyamarkan bau menyengat dari jenazah. Dia pun mengatur teknik komunikasi di antara para penyelam di bawah air dengan tim yang ada di permukaan.
Setiap penyelam akan diikat dengan tali ke permukaan. Selain untuk pengamanan, tali itu juga menjadi sarana komunikasi. "Satu kali tarikan artinya oke, aman, dan positif. Dua kali tarikan artinya bahaya. Empat kali tarikan artinya (penyelam) naik (ke permukaan)," papar Wido.
Terakhir, Wido mewajibkan penyelam untuk selalu bersama-sama selama di bawah air. Penyelam yang terpisah dari rekan satu timnya, diwajibka untuk langsung naik ke permukaan.
"Lepas dari partner, langsung naik, tidak ada toleransi! Kita adalah bagian dari tim SAR (Search and Rescue), jangan sampai malah nantinya kita yang di-SAR," tegas Wido.
Sabtu pagi
Pagi ini, KRI Banda Aceh masih bersandar di lokasi yang berjarak sekitar 20 mil dari daratan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Kapal ini sebelumnya juga bertugas memindahkan jenazah yang ditemukan kapal pencari lain ke daratan.
Jenazah-jenazah tersebut dibawa ke KRI Banda Aceh karena di kapal ini ada sarana landasan berikut helikopter untuk menerbangkan jasad-jasad itu ke daratan. Setelah semua jenazah dipindahkan dari kapal ini, barulah pencarian puing kapal oleh para penyelam di KRI Banda Aceh akan dilakukan.
Jarak antara lokasi kapal melepas jangkar pada saat ini dengan koordinat lokasi pencarian adalah sekitar 50 mil. Diperkirakan, butuh 4 jam untuk kapal bergeser ke lokasi itu. Briefing Wido adalah semacam pengulang untuk memastikan tahap dan prosedur upaya pencarian berlangsung optimal.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR