Di dunia, alat lain yang digunakan untuk mencari pesawat hilang, di antaranya Malaysia Airlines MH 370, adalah jenis autonomous underwater vehicle (AUV), Bluefin-21. Wahana itu memiliki panjang 7,5 meter dan diameter 0,5 meter menyerupai ponton atau perahu berlambung datar. Bluefin digerakkan baling-baling pada bagian ekor yang mengerucut.
Pada tubuh Bluefin terdapat beberapa komponen dan sistem komunikasi, sistem kendali, dan kompartemen penyimpan data. Muatan itu tahan terhadap tekanan ekstrem di laut dalam. Alat itu akan melayang-layang di kedalaman 50 meter untuk memindai dasar laut.
!break!
Faktor alam
Alat-alat canggih pelacak jejak logam memang berada di sejumlah kapal. Namun, sejauh ini masih belum maksimal dikerahkan karena faktor cuaca.
Setiap hari prakiraan cuaca BMKG menunjukkan cuaca yang tak baik sepanjang hari. Itulah yang terjadi selama ini. Beberapa kali pula Kepala Basarnas Marsekal Madya FHB Soelistyo menyatakan bahwa kesiapan seluruh unsur SAR bergantung pada kondisi cuaca.
Upaya SAR di tengah cuaca buruk pernah dilakukan di antaranya saat helikopter mengambil kantong jenazah di KRI Yos Sudarso. Demi menghindari dampak buruk pada tim SAR, akhirnya hanya satu jenazah yang bisa diambil. ”Helikopter tidak bisa mendarat di kapal,” kata Soelistyo.
Sebelumnya, sejumlah kapal, termasuk Baruna Jaya 1, terpaksa menghentikan pencarian untuk berlindung dari terpaan angin kencang dan gelombang setinggi 5 meter. Mereka bergerak ke kawasan teluk yang lebih tenang.
Berdasarkan laporan penyelam yang sempat turun ke laut, Minggu kemarin, bahwa jarak pandang di dalam laut maksimal hanya 2 meter! ”Jarak pandang bawah laut juga berkurang oleh tutupan klorofil yang tergolong subur hingga 1 miligram per meter kubik akibat tingginya limpasan material atau zat hara dari pesisir,” kata Kepala Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Nani Hendiarti.
!break!
Kapal khusus
Kondisi lingkungan perairan Selat Karimata yang dinamis riskan jika dilakukan penyelaman ke lokasi badan pesawat AirAsia. ”Proses evakuasi juga memerlukan kapal khusus yang dilengkapi sistem kendali kestabilan kapal atau dynamic positioning system (DPS),” kata Dwi Susanto, profesor bidang riset bidang ilmu kelautan dan atmosfer dari Universitas Maryland Washington DC, Amerika Serikat.
Hal itu berdasarkan pengalaman ekspedisi pemasangan alat ukur arus laut trawl resistant bottom mounted (TRBM) yang menggunakan sistem akustik (acoustic doppler current profilers). Ekspedisi di Selat Karimata pada 19-26 Desember 2014 itu dilakukan tim Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Puslitbang Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Proses evakuasi memerlukan kapal dengan sistem kendali berupa baling-baling di empat sisi lambung, yaitu kiri-kanan dan depan-belakang. Kapal yang dilengkapi DPS umumnya digunakan pada pengeboran minyak lepas pantai untuk menjaga posisi kapal tetap di atas pipa.
Kapal jenis itu antara lain dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dinamai Bawal Putih III. Kapal dengan panjang 42 meter itu sandar di Pelabuhan Muara Baru.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR