Rumah berlantai dua dan bercat putih pada siang ini masih terlihat cukup lengang. Patung sang maestro menoleh ke arah gerbang masuk seakan memberikan salam kepada para pengunjung yang akan datang. Pintu museum pun tertutup.
Sang maestro lukis ini bernama Basoeki Abdullah. Lahir di Solo, 27 Januari 1915, ayahnya, Abdullah Suryosubroto mewarisi bakat melukisnya. Basoeki Abdullah telah malang melintang di dunia seni lukis. Bahkan sejak umur empat tahun, ia telah gemar melukis tokoh terkenal, seperti Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, dan Krisnamurti.
Bagian dalam museum mulai terkuak. Bentuk museum layaknya rumah tinggal yang biasa dihuni. Bangunan seluas 600 meter persegi ini dibagi menjadi tiga ruang pameran.
Dua bagian ada di lantai satu dan satu bagian di lantai dua. Bagian pertama adalah ruangan pengenalan atau ruang tamu pelukis Basoeki Abdullah. Kemudian bagian kedua adalah ruang memorial Basoeki Abdullah dan ruang pameran lukisan di lantai dua.
Menoleh ke kanan dari pintu museum, di ruang tamu terletak empat bangku, empat lukisan, dan dua buah meja dari kayu jati. Dua buah lukisan diantaranya adalah Nataya Nareerat, sang istri keempat dan anak-anak Basoeki Abdullah. Di depannya, terpisah oleh sebuah tembok, koleksi alat-alat lukis, dan beberapa karya seperti lukisan tokoh Mahatma Gandhi yang dibuat dengan pensil di atas kertas tersimpan di dalam lemari kaca. Ada pun koleksi busana dan topi baret yang identik dengan pelukis.
Di ruangan memorial yang merupakan tempat beristirahat, beribadah, dan membaca ini bercahaya agak temaram. Lemari pakaian, benda-benda untuk beribadah, meja, kursi, dan lampu tertata rapi di dalam.
"Di sebelah kanan pintu ruang memorial, terdapat kamar mandi yang juga berisi alat mandi sang maestro. Barang-barang ini masih asli semua dan susunannya sama ketika almarhum wafat," kata sang pemandu museum, Muslih Zainuddi kepada Kompas.com, Rabu (18/2).
Selain karya-karya lukis, di museum ini juga terdapat koleksi patung, topeng, dan wayang milik Basoeki Abdullah. Sebanyak 149 buah topeng yang berasal dari berbagai wilayah Indonesia, khususnya Bali dan Jawa tersimpan dalam lemari kaca.
Selain itu, beliau juga mengoleksi wayang seperti wayang kulit, golek, topeng, dan wayang orang. Dari koleksinya, tampak ia sangat lekat dengan budaya Jawa. Tak hanya itu, ia juga mengkoleksi patung sebanyak 154 buah dengan bahan yang berbeda-beda seperti gading, kayu, logam, keramik, gips, dan bahan campuran lainnya.!break!
Muslih kemudian mengajak untuk naik ke ruang pameran lukisan di lantai dua. Ia mengatakan total keseluruhan koleksi lukisan museum ini berjumlah 131 buah dengan rincian 120 buah lukisan asli dan 11 buah lukisan reproduksi. Namun yang hanya 45 buah lukisan yang dipamerkan karena tidak cukup untuk penempatannya. Kita sedang memperluas bangunan museum, sudah dari tahun lalu, rencana tahun akan selesai, tambahnya.
Ketika tiba di lantai dua, mata langsung lurus tertuju ke arah dinding di mana tiga lukisan para pimpinan Gerakan Non-Blok yang dibuat Basoeki Abdullah menggunakan cat minyak di atas kanvas berukuran 165 x 250 cm pada tahun 1992. Muslih menambahkan bahwa lukisan para pimpinan itu masih ada yang lebih besar ukurannya dan disimpan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Di ruang pameran lukisan ini terbagi ke dalam tiga tema yaitu tema pemandangan alam, manusia, potret dan model, dan tema abstrak. Arah timur laut dari tangga, lukisan-lukisan wanita seperti Ibu Tien, Ratu Sirikit dari Thailand, dan model-model yang tidak dikenal terpajang di dinding. Nampak memukau karya dari goresan tangan sang maestro.
“Dari hasil karya lukisan yang dihasilkan, aliran seni lukis beliau cenderung naturalis, karena hasilnya selalu lebih indah dan cantik dari aslinya,” kata pria kelahiran Klaten, 30 tahun yang lalu ini. Di bagian pemandangan alam, sebingkai lukisan bergambar wanita sedang menyelam di laut biru dengan pemandangan ekologi bawah laut menyita perhatian.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR