Lion Air, diakui, menjadi maskapai yang dicaci sekaligus dikangeni. Sebagaimana ungkapan bos besar maskapai itu, Rusdi Kirana, "Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan."
Dia mengakui, Lion Air adalah maskapai dengan pelayanan yang kurang memuaskan--untuk tidak mengatakan buruk. Namun di sisi lain dia yakin, betapa bisnis penerbangan murah punya prospek yang cerah di Indonesia.
Negara kepulauan dengan kelas menengah yang terus bertambah, membuat industri penerbangan naik pamor. Tak lagi hanya untuk gengsi, namun juga kebutuhan. Inilah yang ditangkap oleh Lion Air.
Sebagaimana laporan lembaga riset industri penerbangan, Centre For Aviation, pada tahun lalu, Lion menjadi maskapai yang spesial, karena punya kapasitas angkut paling besar di antara maskapai lain di kawasan Asia Tenggara.
Kapasitas Kursi Maskapai di Asia Tenggara
Lion Air : 1.058.000
Garuda Indonesia: 557.922
AirAsia : 543.240
Malaysia Airlines : 524.369
Thai Airways : 493.138
Singapore Airlines : 473.605
Vietnam Airlines : 407.767
Cebu pacific Airlines : 377.201
Thai Airasia :281.520
Sumber: Center For Aviation, data per Mei 2014.
Data tersebut menunjukkan, betapa kapasitas Lion Air dua kali lebih besar dari rata-rata maskapai lain di Asean.
Lembaga tersebut juga mencatat, per Mei 2014, jumlah armada yang dioperasikan Lion mencapai 96 unit pesawat, dan yang masih dalam proses pemesanan sebanyak 561 unit pesawat.
Karena sebagian besar penopang pendapatan adalah rute domestik, Lion sangat menggantungkan pada rute-rute yang memiliki waktu tempuh tak lebih dari 3 jam atau rute pendek-sedang. Armada yang dioperasikan pun adalah yang berjenis narrow body.
Bisnis Lion Air di pasar Indonesia juga tak mengalami kendala yang berarti, meski kondisi perekonomian berfluktuasi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta harga minyak yang melambung pada paruh pertama tahun lalu, tak juga membuat bisnis maskapai ini surut. "Lion Air tetap melakukan ekspansi secara cepat," tulis laporan tersebut.
Para pengamat penerbangan pun dibuat takjub dengan ekspansi besar-besaran Lion Air. Maskapai ini tak dipandang sebelah mata kiprahnya di level regional.
Lain Cerita dari Konsumen
Namun, beda ceritanya dengan konsumen yang langsung bersentuhan dengan layanan maskapai ini. Ini setidaknya terlihat dari laporan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), yang mencatat Lion Air sebagai maskapai yang paling banyak diadukan masyarakat, sepanjang 2014 lalu yakni sebanyak 24 aduan.
Sementara itu, Tiger Mandala Air dan AirAsia Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak, maskapai yang diadukan masyarakat ke YLKI, masing-masing 6 aduan.
Meski banyak keluhan, Lion Air toh tetap menjadi pilihan banyak konsumen. Apalagi, peristiwa kecelakaan AirAsia QZ8501 beberapa waktu lalu, membuat Lion jadi referensi utama konsumen.
Namun, kekacauan yang terjadi pada pekan ini akhirnya membuat konsumen berpikir ulang, apakah memang Lion Air jadi pilihan utama?
Masih banyaknya aduan masyarakat terhadap maskapai tersebut menjadi suatu ironi. “Dari data ini menunjukkan bahwa di tengah pertumbuhan airlines yang begitu pesat, dibutuhkan regulator yang full power,” demikian pernyataan YLKI beberapa waktu lalu.
YLKI membandingkan dengan banyak negara lain, misalnya di Amerika Serikat di mana regulatornya benar-benar menerapkan sanksi bagi maskapai yang tidak disiplin. “Di Indonesia sanksi yang dijatuhkan regulator ke airlines itu minim,” lanjut YLKI.
Sebagai maskapai besar, Lion Air seharusnya sudah selesai dengan masalah pelayanan. Banyaknya pengamat penerbangan dari lembaga internasional terhadap maskapai ini, harusnya menjadi acuan bagi Lion Air untuk terus memperbaiki kinerjanya. Bukannya justru tetap berkutat pada masalah klasiknya, sampai-sampai muncul plesetan Lion : Late Is Our Nature atau Lie On Air.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR