"Sekitar tahun itu (7000 SM), beberapa petani purba adalah penduduk yang tercatat paling awal telah menetap di Beidha, pemukiman Neolitikum Pra-Tembikar di utara Petra" tambahnya.
Orang-orang Nabatea merupakan salah satu di antara beberapa suku Badui nomaden yang menjelajahi Gurun Arab dan berpindah bersama ternak mereka kemana pun mereka bisa, untuk menemukan padang rumput dan air.
"Bukti arkeologis, agama, dan linguistik menegaskan bahwa mereka adalah suku Arab utara," tegasnya. Bukti saat ini menunjukkan bahwa nama Nabatea untuk penduduk Petra adalah Raqēmō, dieja dalam berbagai manuskrip sebagai rqmw atau rqm.
"Mereka diperintah oleh lima raja, salah satunya adalah Raja Rekem. Ahli menyebutkan bahwa kota, yang disebut 'Petra' oleh orang Yunani, merupakan salah satu peradaban berperingkat tertinggi di tanah Arab," jelasnya.
Baca Juga: Arkeolog Temukan Sisa-Sisa Dua Kerajaan yang Terlupakan di Arab Saudi
Nama 'Rekem' (rqm) tertulis di dinding batu Wadi Musa, di seberang pintu masuk Siq. Namun, Pemerintah Yordania membangun sebuah jembatan di atas wadi, yang membuat prasasti ini terkubur di bawah berton-ton beton.
"Sebuah teori lama, menyatakan bahwa Petra mungkin diidentikkan dengan tempat yang disebut sela dalam Alkitab Ibrani," tulis Taylor. Meskipun hal itu masih menjadi teka-teki apakah Petra adalah yang dimaksudkan dalam alkitab.
Pada tahun 106 M, ketika Cornelius Palma menjadi gubernur Syria, bagian Arabia di bawah kekuasaan Petra, masuk ke dalam bagian dari Kekaisaran Romawi sebagai bagian dari Arabia Petraea. "Petra dipilih sebagai ibukotanya," terangnya.
Penduduk pribumi (Raqmu) tidak dapat berbuat banyak saat wilayahnya dikuasai oleh Romawi. "Dinasti pribumi berakhir, tetapi kota ini terus berkembang di bawah kekuasaan Romawi," pungkasnya.
Source | : | The Encyclopedia of Ancient History |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR