Pada tahun 363, terjadi gempa bumi dahsyat yang menghancurkan banyak bangunan dan melumpuhkan sistem pengelolaan air yang vital di Petra. Kota tua Petra adalah ibu kota provinsi Bizantium Palaestina III dan banyak gereja dari periode Bizantium digali di dalam dan sekitar Petra.
"Salah satunya, Gereja Bizantium, ditemukan 140 papirus yang sebagian besar berisi kontrak-kontrak tertanggal 530-an hingga 590-an, menetapkan bahwa kota itu masih berkembang sampai abad ke-6 M," tulis Jaakko Frösén.
Ia menulis kepada The Encyclopedia of Ancient History. Artikel ilmiahnya berjudul Petra papyri yang terbit pada 2012, menjelaskan tentang sejarah panjang peradaban maju di Petra, Yordania.
Teknologi penduduk Raqmu dalam mencipta arsitektur yang eksotis, membuat Petra menjadi wilayah yang ikonik dan bersejarah di Yordania. "Petra jadi bagian warisan alam dan budaya yang membentuk lanskap arkeologis yang unik nan eksotis," tambahnya.
Baca Juga: Al Naslaa: Formasi Batu Misterius yang Terbelah Sempurna di Arab Saudi
Johann Ludwig Burckhardt atau akrab dengan Sheikh Ibrahim, telah menemukan kembali reruntuhan kota di Petra, pada tahun 1812. "Situs warisan arkeologis ini telah menarik orang yang berbeda yang berbagi minat dalam sejarah peradaban kuno dan budaya Nabataean, seperti wisatawan, peziarah, pelukis hingga sarjana," imbuhnya.
"Reruntuhan kuno Yunani dan Romawi telah dibangun dengan pengetahuan teknik dan arsitektur yang mengesankan. Petra benar-benar berbeda. Monumen ini tidak dibangun sama sekali, tetapi diukir di bebatuan. Itu merupakan pencapaian yang luar biasa!," lanjut Frösén.
Penelitian arkeologi terbaru menunjukkan bahwa mereka membuat seluruh arsitektur kuno dari atas ke bawah. "Batu-batu berukir dibentuk di bagian atas, dengan demikian akhirnya membentuk tanjakan di mana para pekerja dapat berdiri untuk sisa pekerjaan," pungkasnya.
Baca Juga: Menyingkap Kitab Astronomi Abd-al Rahman al-Sufi dari Abad ke-10
Source | : | The Encyclopedia of Ancient History |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR