Kita berada di alam semesta yang luar biasa besar. Pertanyaannya bagaimana para astronom bisa mengetahuinya? Bukankah tidak ada pita pengukur yang bisa mengukur seluruh alam semesta?
Solusinya, para astronom menggunakan pemuaian alam semesta itu sendiri sebagai penanda jarak. Cahaya dari obyek yang sangat jauh akan mengalami peredupan ketika ruang alam semesta membentang seperti pita karet. Akibatnya, cahaya bintang akan tampak lebih merah terhadap bintang di dekatnya yang memiliki temperatur yang sama. Ketika cahaya bintang kita terima dalam spektrum warnanya, maka fitur dalam cahaya itu akan tampak bergeser ke arah merah. Pergeseran merah inilah yang digunakan untuk mengetahui jarak suatu obyek. Tantangannya, obyek yang paling jauh di alam semesta pada umumnya terlalu redup untuk diamati. Karena itu, para astronom kemudian mengukur jarak galaksi-galaksi jauh dengan mengukur warnanya dalam cahaya tampak dan cahaya inframerah.
Salah satu hasilnya adalah kerja sama antara Teleskop Hubble, Teleskop Spitzer dan teleskop Keck I di Observatorium W. M Keck yang berhasil melihat sebuah galaksi muda yang jaraknya sangat jauh. Jaraknya yang super jauh membuat cahaya dari galaksi yang diberi nama EGS-zs8-1, butuh waktu lebih dari 13 miliar tahun untuk kita terima. Cahaya yang baru saja tiba itu dilihat Hubble saat melakukan survei langit. Tak hanya Hubble, teleskop Keck I yang dilengkapi dengan Multi-Object Spectrometer For Infra-Red Exploration (MOSFIRE) berhasil mengumpulkan spektrum cahaya dari galaksi yang kecerlangannya sangat tidak biasa ini. Keunikan instrumen MOSFIRE adalah, para astronom bisa mempelajari beberapa galaksi pada saat yang bersamaan.
!break!Penemuan galaksi EGS-zs8-1 tersebut sekaligus menjadi galaksi terjauh yang berhasil ditemukan dan diukur dengan presisi. Dan inilah rekor terbaru dari galaksi terjauh yang ada di alam semesta. Jika dilihat dari jarak tempuh cahaya, maka galaksi EGS-zs8-1 berasal dari alam semesta yang masih sangat muda. Diperkirakan cahaya meninggalkan galaksi EGS-zs8-1 saat alam semesta baru berusia 5% dari usia alam semesta saat ini yakni 13,8 miliar tahun. Atau dengan kata lain, galaksi EGS-zs8-1 berasal dari masa ketika alam semesta masih berusia sekitar 670 juta tahun. Dan dari analisa yang dilakukan para astronom, usia galaksi ini juga masih sangat muda yakni 100 juta tahun.
Untuk menemukan galaksi EGS-zs8-1, teleskop Hubble dan Spitzer mengidentifikasi warna tertentu dari citra yang mereka ambil. Hasilnya, galaksi EGS-zs8-1 merupakan salah satu obyek paling terang dan juga paling masih di alam semesta yang masih muda. Kala cahayanya mulai mengembara, massa galaksi EGS-zs8-1 sudah mencapai 15% dari Bima Sakti saat ini dalam waktu hanya 670 juta tahun. Tak hanya itu, bintang-bintang masih terus terbentuk di dalam galaksi EGS-zs8-1. Dan kecepatan pembentukannya juga 80 kali lebih cepat dibanding Bima Sakti saat ini yang memiliki laju pembentukan 1 bintang per tahun.
Jika ditilik dari jaraknya maka keberadaan galaksi EGS-zs8-1 berada dalam epoh reionisasi ketika hidrogen antar galaksi bertransisi dari era kegelapan menuju era yang lebih transparan. Di masa inilah bintang-bintang muda dalam galaksi generasi pertama seperti EGS-zs8-1 menjadi pengendali transisi tersebut dan mengakhiri masa kegelapan.
!break!Tidak banyak galaksi dari alam semesta dini yang berhasil diukur jaraknya dengan akurat. Tapi, setiap galaksi yang berhasi diukur jaraknya menjadi potongan petunjuk lain dalam papan teka teki galaksi generasi pertama yang terbentuk di alam semesta. Kehadiran galaksi EGS-zs8-1 mengisi potongan puzzle yang menunjukan bahwa galaksi masif sudah ada di awal alam semesta dengan karakteristik yang berbeda dengan galaksi-galaksi yang kita kenal saat ini.
Untuk bisa mengungkap lebih bayak cerita dari galaksi generasi pertama di alam semesta seperti EGS-zs8-1, maka kehadiran Teleskop James Webb di tahun 2018 akan memegang peran penting untuk berkontribusi dalam menemukan potongan-potongan teka teki lainnya di alam semesta.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR