Hari ini, hampir tidak mungkin menghindarkan diri dari peradaban yang deras dengan produk-produk visual, salah satunya fotografi. Ditunjang dengan teknologi yang semakin ramah, kebutuhan mengambil foto menjadi satu hal yang sangat mudah dilakukan.
Dalam artikel di Huffington Post, dituliskan bahwa foto pertama yang terdapat obyek manusia dibuat oleh Louis-Jacques-Mande Daguerre, di Paris, Prancis tahun 1838. Foto itu berjudul ‘Boulevard du Temple’, merunut pada tempat diambilnya foto tersebut.
Diterangkan bahwa pengambilan foto tersebut membutuhkan waktu eksposur setidaknya 10 menit. Waktu yang sedemikian panjang membuat hampir tidak ada orang yang tertangkap kamera, kecuali dua orang di sudut kiri bawah: orang pertama yang sedang menyemir sepatu milik orang kedua.
Sedang National Geographic menuliskan, pada tahun 1826, ilmuwan Prancis Joseph Nicephore Niepce mengambil sebuah foto dengan obyek halaman dan paviliun dilihat dari jendela rumah di lantai atas. Foto tersebut kemudian lebih dikenal dengan judul ‘View from The Window at Le Gras’, sekaligus dikenal sebagai foto pertama yang pernah diambil dalam sejarah.
Statistik dari 1000 Memories mengungkapkan, sebanyak 3,5 trilyun foto telah dibuat sejak tahun 1826 sampai 2011.
Yang mengejutkan adalah, tahun 2011 menyumbang 10% dari jumlah foto yang telah dibuat sejak pertama kali di tahun 1826, atau sekitar 380 milyar foto. Fakta tersebut menunjukkan betapa fotografi sudah sangat dekat dengan masyarakat.
Namun, selain membawa manfaat yang besar, derasnya arus visualisasi lewat foto juga menimbulkan keresahan bagi sebagian masyarakat. Hal ini terkait banyaknya foto yang digunakan/dimanipulasi untuk kepentingan tertentu, yang mana membawa dampak buruk bagi masyarakat. Salah satunya adalah foto hoax.
Staf Pengajar Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UGM, Bambang Hastha Yoga mengatakan bahwa hampir tidak mungkin membendung hal tersebut. “Yang penting adalah bijak menyikapi,” ujarnya dalam seminar “Bisakah Foto Dipercaya” di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri, Selasa (30/6).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Akademis Komunitas Kelas Pagi Yogyakarta, Kurniadi Widodo mengatakan bahwa penggunaan media foto akhir-akhir ini sedang berada dalam masa yang belum dapat dijelaskan.
Menurut Wid, kini, orang yang ingin belajar fotografi, “ngga semuanya pingin jadi fotografer juga.” Oleh karenanya, dia menekankan agar fotografi hari ini tidak dilihat sebagai foto profesi.
Penulis | : | |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR