Menarik? Tentu saja?
!break!
Permukaan Pluto yang diperkirakan baru berusia 100 juta tahun. Masih sangat muda dibanding usia pembentukan Tata Surya yang sudah 4,56 miliar tahun. Kehadiran dataran es tanpa kawah yang masih muda dan aktif ini merupakan penemuan yang luar biasa bagi para geolog karena pada awalnya yang diharapkan adalah sebuah dunia beku penuh kawah.
Daerah es yang datar ini mirip dengan patahan lumpur beku di Bumi. Permukaan dataran es di Sputnik Planum memiliki bentuk poligonal berukuran 20 km yang ditandai oleh palung dangkal yang panjang yang diisi oleh materi gelap. Tapi itu tidak semuanya. Sebagian palung dangkal yang membatasi daerah poligonal tersebut dihuni oleh bukit yang tampak lebih tinggi dari daerah di sekelilingnya. Di bagian lain, permukaan beku ini tampak goresan dengan lubang kecil yang terbentuk dari proses sublimasi ketika es menyublim menjadi benda padat atau gas. Contohnya es kering di Bumi.
Bagaiman proses pembentukan pola poligon di Sputnik Planum terbentuk masih menjadi misteri. Tapi, para astronom dan geolog mencoba menghadirkan 2 teori untuk menjawabnya.
Bentuk poligon diperkirakan terbentuk dari kontraksi materi di permukaan. Mirip seperti lumpur kering. Kemungkinan lain, bentuk tersebut merupakan hasil dari proses konveksi seperti halnya terbentuknya lilin di lampu lava. Di Pluto, proses konveksi akan terjadi di lapisan permukaan karbon monoksida, metana dan nitrogen beku yang dipicu oleh kondisi hangat dari interior Pluto.
!break!Bercak Gelap di Hati Pluto
Dataran es di Sputnik Planum juga memperlihatkan kehadiran bercak gelap dengan garis yang tampak memanjang dari bercak tersebut beberapa kilometer. Meskipun masih belum diketahui apa penyebabnya, tapi dugaan awal bercak gelap tersebut berasal angin yang bertiup di sepanjang dataran beku tersebut.
Angin yang bertiup di Pluto akan menyapu atmosfer menyebabkan hidrokarbon yang sudah terkumpul di atmosfer kemudian jatuh dan membentuk bercak gelap di permukaan Sputnik Planum. Dugaan lain, bercak gelap tersebut berasal dari semburan aktif materi gelap dari lapisan bawah permukaan beku seperti yang dilihat Voyager 2 di Triton. Tapi tanpa ada data semburan aktif dari New Horizons, jelas sulit untuk memastikan skenario tersebut.
!break!
Ekor Pluto
Selain permukaan Pluto, tentu saja para astronom juga mempelajari atmosfer Pluto. Menariknya, untuk pertama kalinya, para astronom bisa mengamati atmosfer PLuto pada ketinggian yang lebih tinggi dati 270 kilometer di atas permukaan. Data atmosfer Pluto yang dikirim New Horizons merentang sampai ketinggian 1.600 kilometer di atas permukaan dengan atmosfer kaya nitrogen lebih luas cakupannya.
Selain itu, tim Partikel dan Plasma New Horizons juga menemukan indikasi area dingin dimana gas terionisasi yang rapat merentang puluhan sampai ribuan km di luar Pluto. Artinya, atmosfer Pluto disapu oleh angin Matahari dan akhirnya hilang di angkasa.
Dimulai dari satu jam setengah sejak papasan dekat, instrumen Solar Wind Around Pluto (SWAP) mulai melakukan pengamatan rongga di angin Matahari pada jarak 77000 km – 109000 km di hilir Pluto. Angin Matahari merupakan aliran partikel bermuatan yang lepas dari Matahari.
Data SWAP menunjukkan rongga tersebut diisi oleh ion nitrogen yang membentuk ekor plasma yang memanjang di belakang planet kerdil tersebut. Ekor plasma serupa terdapat juga di Venus dan Mars.
Untuk Pluto yang atmosfernya didominasi nitrogen, molekul yang lepas, terionisasi oleh cahaya ultraungu Matahari, "diculik" oleh angin Matahari dan dibawa melewati Pluto untuk membentuk ekor plasma yang ditemukan New Horizons.
Demikianlah sekilas dari Pluto yang disajikan oleh New Horizons, Masih banyak misteri yang belum terjawab dari foto-foto yang dikirimkan tersebut, akan tetapi diharapkan data yang akan terus dikirim di masa depan dapat menjadi petunjuk dan jawaban tentang apa yang terjadi di Pluto.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR