Apa yang terjadi ketika anda melihat ke mata orang lain selama 10 menit?
Sebuah penelitian terbaru di Italia menemukan bahwa saat seseorang menatap mata orang lain untuk waktu yang cukup lama, mereka kerap mengalami gejala disosiasi, termasuk perasaan ‘lepas’ dari tubuh dan kenyataan, serta mengalami halusinasi.
Baca juga: Mengapa Halusinasi Bisa Terjadi?
Dalam penelitian itu, 20 orang dewasa sehat sebagai relawan dipasangkan dan diminta untuk menatap tanpa emosi ke mata orang lain selama 10 menit. Mereka duduk di dalam sebuah ruangan remang-remang yang dipilih para peneliti karena pencahayaannya dapat meningkatkan fitur wajah. Sebagai bandingan, 20 partisipan lain diminta duduk di ruangan yang sama dan menatap ke dinding hitam selama 10 menit. Tak ada satu pun partisipan yang diberitahu apa yang sedang diuji coba oleh para peneliti.
Setelah itu, partisipan mengisi kuisioner tentang pengalamannya tadi. Laporan mengungkap bahwa orang-orang yang menatap mata orang lain sangat mungkin mengalami gejala disosiasi, termasuk terputusnya koneksi dengan kenyataan, perasaan terseret waktu, dan perubahan persepsi dalam suara dan warna.
Terlebih lagi, 90% partisipan melaporkan mengalami halusinasi selama menatap mata orang lain. Mereka melaporkan telah melihat perbedaan dan distorsi pada wajah orang, terkadang melihat wajah seseorang berubah menjadi monster atau hewan, menjadi wajah mereka sendiri, atau menjadi wajah seorang teman atau kerabat lain. Partisipan rata-rata mengalami dua hingga empat halusinasi dalam rentang waktu 10 menit.
Partisipan yang menatap tembok juga mengalami gejala disosiasi, tapi mereka tak mengalami halusinasi apapun.
Temuan ini sejalan dengan studi sebelumnya yang telah menunjukkan bahwa ketika orang menatap satu objek untuk jangka waktu yang panjang (titik di dinding, misalnya), mereka cenderung mengalami perasaan pemutusan dari realitas.
Dr Giovanni Caputo, penulis utama studi tersebut, tidak yakin apa penjelasan dibalik terjadinya halusinasi, tapi ia memiliki beberapa teori.
Ada kemungkinan yang berhubungan dengan kehilangan sensorik. Siaran pers studi tersebut menyatakan, halusinasi mungkin terjadi ketika otak terkunci kembali ke realitas setelah sebelumnya terputus dan pikiran akan memproyeksikan pikiran bawah sadar ke wajah orang lain.
Baca juga: Dibanding Yoga, Menonton Konser Musik Lebih Baik Bagi Kesehatan Mental
Hal ini diperkuat oleh psikolog Universitas Stanford, Dr. David Spiegel yang telah banyak mempelajari disosiatif disorder. Ia mengatakan, ketika kita menatap mata orang lain, kita bisa terputus sepenuhnya dari lingkungan kita.
Penemuan yang akan dipublikasikan di jurnal Pschiatry Research, mungkin memiliki kegunaan tertentu untuk pasien yang mengalami gangguan halusinasi dengan kondisi kejiwaan seperti skizofrenia.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR