Utrecht kala itu ramai. Kaki membawa saya menyusuri kota yang ada di tengah Negara Belanda tersebut. Heran, saat itu bulan Juni dan katanya sedang musim panas, tapi matahari jarang muncul dan termometer menunjukkan suhu hanya 16 derajat celcius. Sebagai penduduk asli negara tropis, suhu 16 derajat sama dengan temperature terendah air conditioner di rumah, sehingga tetap saja harus mengenakan jaket agar tidak kedinginan.
Tiba-tiba saat saya melewati sebuah pasar kaget, perut saya mulai berulah minta diisi. Melihat pasar yang cukup penuh dengan orang-orang, saya menyadari bahwa ini sudah memasuki waktu makan siang. Pasar saya masuki dan mata saya tertuju pada baris antrian di pojok belakang. Saya penasaran, menjual apakah mereka di sana?
Rupanya itu adalah penjual produk laut; ikan, udang, cumi, lobster, dan sebagainya. Tidak hanya menjualnya sebagai bahan masakan, mereka juga menjual yang siap disantap seperti udang rebus, cumi goreng tepung, fish and chips, dan lain-lainnya. Karena lapar, saya akhirnya ikut mengantri untuk membeli makanan.
Saya dilayani oleh seorang lelaki muda berpotongan rambut bergaya. Dia sedang membersihkan dan memotong ikan lalu menjajarkannya di sebuah wadah besi. Potongan ikan mentah tersebut adalah maatjesharing, makanan khas Belanda.
Maatjesharing adalah potongan ikan herring tanpa kepala yang biasanya disajikan mentah. Umumnya potongan ikan herring itu direndam dalam ramuan cuka bercampur fermentasi apel, fermentasi anggur, teh, gula, dan berbagai bumbu lainnya. Pembeli dapat memesan bagaimana potongan ikan itu ingin disajikan, bisa hanya begitu saja dengan tambahan taburan potongan bawang, disajikan dalam roti, atau dimasak terlebih dahulu. Sebagai seorang petualang dengan nyali yang minim, saya memilih maatjesharing dalam potongan roti menjadi makan siang saya.
Orang Belanda biasanya memiliki cara yang khas untuk memakan makanan tradisionalnya ini. Mentah dengan potongan bawang, dimakan dengan disejajarkan di atas kepala secara vertikal—seperti orang Indonesia saat lomba makan kerupuk.
“Lekker!”komentar Benjamin, seorang anak kewarganegaraan Belanda yang juga adalah sepupu saya, ketika ditanya pendapatnya tentang makanan khas negaranya tersebut.
Maatjesharing ini memiliki rasa asam dari ramuan cuka serta tekstur lembut yang meleleh di mulut. Untuk pecinta sushi dan sashimi Jepang, tentu saja rasa ini tidak akan asing di lidah mereka. Tak perlu kuatir, jika ingin mencicipinya, beberapa kedai dengan palang “Hollandse nieuwe”—nama lain hidangan ini, tersebar di seluruh negeri Belanda. Biasanya sepotong ikan dihargai 2,00 euro atau setara dengan 32 ribu rupiah.
Penulis | : | |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR