Banyak faktor yang memicu seseorang untuk bunuh diri. Mulai dari faktor ekonomi, sosial, budaya, genetik, hingga lingkungan. Penyebab seseorang bunuh diri sendiri tidak dapat disebut hanya satu penyebab karena merupakan interaksi kompleks dari berbagai faktor tersebut.
Bunuh diri pun bisa dicegah dengan mengenali faktor risiko dan ciri-ciri seseorang yang berpikir untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Albert Maramis mengatakan, perlu kepedulian orang-orang sekitar untuk menolong seseorang yang berpotensi bunuh diri. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan.
Tidak memaksa dan menghakimi
Ketika ada seseorang yang menangis kepada Anda, baik teman dekat atau keluarga, tak perlu memaksanya untuk langsung menceritakan masalahnya. Menurut Albert, sering kali orang yang dimintai pertolongan hanya melakukan apa yang diinginkannya.
“Kalau kita melakukan sesuatu yang kita mau, misalnya ‘lo, ngomong dong!’ Itu, kan memaksa dia untuk bercerita. Tapi, tanyalah dengan kata, ‘ada apa sih?’ Kalau satu atau dua kali ditanyain tetap nangis terus ya sudah, enggak usah maksa,” terang Albert.
Jika dia mengatakan ingin mengakhiri hidupnya, jangan menunjukkan reaksi kaget. Jangan menghakiminya dengan langsung menyalahkan keinginannya tersebut. Tindakan itu justru bisa membuatnya semakin tertekan dan tidak akan mau menceritakan masalahnya.
“Kalau dia bilang mau bunuh diri, jangan bilang, ‘nyebut-nyebut, istigfar, dosa itu.’ Tanyakan, ‘apa yang membuat ide itu muncul di kepalamu? Ada apa sampai kamu memikirkan hal itu?’ Biasanya karena putus asa enggak tau mau gimana lagi, masalah begitu banyak,” terang Albert.
Membuka diri sebagai tempat bercerita
Albert mengatakan, suatu kehormatan jika ada seorang teman yang menghampiri kemudian menangis. Itulah kesempatan kita untuk menolongnya. “Kita mendapat kehormatan untuk menolong dia. Ini kesempatan langka, antara hidup dan mati. Bukan mau sok pahlawan, dalam hal ini bagaimana tindakan kita bisa membawa perubahan besar bagi seseorang,” kata Albert.
Jika, orang tersebut hanya menangis, dampingilah. Jika ingin bercerita, dengarkanlah. Jika tidak ingin bercerita, jangan memaksanya. Pada saat seperti itu, sangat penting untuk menawarkan dukungan, misalnya menawarkan diri secara terbuka sebagai tempat bercerita ketika teman butuh pertolongan.
“Lakukan tanpa menekan dia, katakan ‘kalau belum mau jawab pertanyaan saya sekarang, enggak apa-apa. Tapi kalau mau silakan, saya ada di sini.’ Kita tegaskan kalau ada perlu apa-apa bisa langsung kontak,” tuturnya.
Menurut Albert menawarkan dukungan dapat menyelamatkan jiwa. Jika mulai terbuka membicarakan masalahnya, secara perlahan dapat menanyakan langsung apakah pernah berpikir untuk bunuh diri. Kemudian, tanyakan mengapa memiliki keinginan tersebut. Menceritakan masalah kepada orang lain, bisa mengurangi perasaan terbebani dengan masalah.
Merujuk ke tenaga kesehatan jiwa
Jika seseorang yang ingin bunuh diri mulai terbuka, ajaklah ia untuk berbicara dengan tenaga kesehatan jiwa seperti psikolog atau psikiater. Jika ia tidak mau, tidak perlu memaksanya. Sering kali seseorang enggan ke tenaga kesehatan jiwa karena takut dianggap sudah gila dan takut diketahui keluarga. Stigma tersebut bisa menghambat seseorang untuk mengunjungi tenaga kesehatan jiwa.
Menurut Albert, merujuk ke tenga profesional untuk memastikan orang tersebut mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya. “Menghubungkan orang-orang dengan layanan profesional juga suatu bentuk pertolongan,” jelas Albert.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR