Living Blue Planet Report yang dirilis oleh WWF memberikan gambaran akurat dari keadaan laut dan hasilnya cukup buruk. Laporan yang dirilis tiap dua tahun ini menunjukkan penurunan populasi laut antara tahun 1970 hingga 2012 sebanyak 49 persen. Analisis ini melacak 5.829 populasi dari 1.234 spesies laut.
"Kami mendesak diterbitkannya laporan ini untuk memberikan gambaran terbaru dari keadaan laut. Dalam waktu satu generasi, aktivitas manusia telah merusak laut dengan menangkap ikan lebih cepat daripada yang mereka dapat mereproduksi sekaligus menghancurkan pembibitan mereka. Perubahan besar diperlukan untuk memastikan kehidupan laut yang melimpah untuk generasi mendatang," kata Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF Internasional.
Laporan Living Blue Planet 2015 menunjukkan bahwa spesies laut yang penting untuk stok aman makanan manusia mengalami penurunan terbesar. Penurunan besar terjadi pada stok ikan komersial, detail laporan menyatakan hilangnya 74 persen keluarga ikan yang menjadi makanan populer, meliputi tuna, makarel dan bonitos.
Penemuan ini berdasarkan pada indeks Living Planet, sebuah basis data yang dikelola dan dianalisis oleh para peneliti di Zoological Society of London.
Selain krisis jatuhnya jumlah populasi laut, laporan juga menunjukkan penurunan tajam jumlah terumbu karang, mangrove dan padang lamun yang mendukung kehidupan ikan.
Menurut laporan, terumbu karang bisa hilang di seluruh dunia pada tahun 2050 sebagai akibat dari perubahan iklim. Dengan lebih dari 25 persen dari seluruh spesies laut yang tinggal di terumbu karang dan sekitar 850 juta orang secara langsung mendapatkan manfaat dari layanan ekonomi, sosial dan budaya mereka, hilangnya terumbu karang akan menjadi bencana kepunahan dengan konsekuensi dramatis bagi masyarakat.
"Laut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita. Kita mendapat banyak sumber makanan dan berbagai manfaat lain dari laut,” ujar Ken Norris, Direktur Sains di Zoological Society of London.
"Laporan ini menunjukkan bahwa miliaran hewan telah hilang dari lautan di dunia dalam generasi kita. Ini menjadi warisan yang mengerikan bagi anak cucu kita," tambahnya.
Selain eksploitasi berlebihan yang diidentifikasi sebagai ancaman utama bagi keanekaragaman hayati laut, laporan itu juga menemukan bahwa perubahan iklim menyebabkan laut berubah lebih cepat.
Kenaikan suhu dan tingkat keasaman yang disebabkan oleh karbon dioksida memperburuk dampak negative dari eksploitasi berlebihan dan ancaman lain termasuk degradasi habitat dan polusi.
“Kabar baiknya, masih ada solusi dan kita tahu apa yang harus kita lakukan,” ujar Lambertini.
(Baca: WWF-Indonesia: Kerusakan Laut di Indonesia Masih Bisa Diselamatkan )
Laporan juga merinci kesempatan bagi pemerintah, pihak bisnis dan masyarakat untuk menyelamatkan kehidupan laut. Langkah-langkah penting untuk melestarikan sumber daya laut diperlukan, termasuk pelestarian dan membangun kembali modal laut, konsumsi yang bijak dan memprioritaskan keberlanjutan.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR