PBB mengatakan meningkatnya tingkat polusi udara di Asia menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang lebih besar dengan kematian dini jutaan orang setiap tahun.
Secara global, sekitar tujuh juta orang meninggal dunia setiap tahun akibat polusi dalam dan luar ruangan, dengan sekitar 70 persen dari kematian-kematian itu ada di Asia Pasifik.
Dari kebakaran hutan di Asia Tenggara sampai kabut asap di kota-kota besar China dan rumah-rumah pedesaan di Asia Selatan yang diliputi asap akibat kompor yang tidak efisien, para ilmuwan mengatakan ada peningkatan biaya kesehatan dan sosial di Asia dari polusi udara.
Kaveh Zahedi, perwakilan regional Proram Lingkungan Hidup PBB (UNEP) untuk Asia Pasifik, mengatakan biaya-biaya akibat polusi udara meningkat untuk jutaan orang di seluruh wilayah, dengan ratusan kota menghadapi tingkat polusi yang melebihi standar-standar keamanan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Polusi udara, kualitas udara harus menjadi salah satu prioritas tertinggi," ujar Zahedi. "Kita tahu bahwa lebih dari 200 kota di Asia melebihi panduan emisi WHO sebesar PM2.5. Jutaan orang hidup dalam keadaan seperti itu, mereka terpapar masalah kesehatan kronis."
UNEP minggu ini mengumpulkan lebih dari 120 ilmuwan, pejabat pemerintah, akademisi dan berbagai organisasi internasional untuk mengembangkan program gabungan untuk mengatasi polusi udara di wilayah ini. !break!
Korban Manusia
Para ilmuwan memperingatkan bahwa tanpa langkah-langkah signifikan, jumlah kematian dini akibat polusi udara akan naik dua kali lipat tahun 2050.
Di Asia Selatan, dari Bangladesh sampai India dan Pakistan, jumlah korban manusia dikaitkan langsung dengan penggunaan kompor yang menggunakan bahan bakar padat, seperti kayu atau kotoran hewan. Di India saja sekitar 3,5 juta kematian per tahun diakibatkan karena polusi udara rumah tangga.
Awan cokelat atmosferik (ABC) di kota-kota besar seperti Bangkok, Jepang, China dan seluruh India, juga menimbulkan biaya-biaya untuk masyarakat, menurut Teruyuki Nakajima, direktur Badan Eksplorasi Luar Angkasa dan kepala tim Asia UNEP yang fokus pada kabut asap.
"Mengurangi polusi di Asia sangat penting. Ada kelompok-kelompok rentan seperti anak-anak dan warga miskin serta orang yang sudah berumur di Asia," ujar Nakajima.
"Di Jepang dan China, masyarakatnya lebih menua karena banyak manula, dan mereka berisiko terkena asma dan stroke dan partikel-partikel debu sangat mempengaruhi mereka."
Di tengah krisis asap di Singapura tahun ini, pemerintahnya mengambil tindakan hukum melawan sedikitnya enam perusahaan Indonesia. China juga dilaporkan akan meningkatkan investasi untuk mengurangi polusi parah di kota-kota besar, baik di ibukota maupun di daerah.
Tapi para ilmuwan PBB mengatakan harus lebih banyak upaya dilakukan daripada menghukum pembuat polusi. Mereka mengatakan tantangan-tantangannya ada dalam menjamin ada kemauan politik untuk menegakkan peraturan yang ada dan kerjasama antar-perbatasan untuk menanggulangi asap dan polusi atmosferik lainnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR