Alam pesisir berkembang semenjak kami lepas dari mulut Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Berbilang 5.000-7.000 tahun, tumpukan sedimen dari sungai itu telah membentuk kawasan delta yang agung.
Di atas peta, Delta Mahakam membentuk rupabumi begaikan kipas separuh lingkaran. Jalur-jalur sungai menyemburat dari mulut sungai, ke selatan, timur dan utara. Lusinan jalur sungai membelah daratan sedimen, lalu berakhir di Selat Makassar. Bentang alam estuari meliputi luasan 1.500 kilometer persegi.
Hari itu, kami mengapung di atas air cokelat, di bawah angkasa yang biru. Uap air dan tamparan sinar matahari menghangatkan ruangan kapal. Angin yang jarang berhembus memampatkan suasana bentang alam delta.
Tak jelas benar posisi kami di antara lekukan sungai besar dan kecil. Yang kami tahu: kami sedang menembus labirin perairan Delta Mahakam.
Deretan nipah yang padat membentengi pinggiran daratan delta. Beberapa tegakan mangrove menggerombol di sela hutan nipah. Nampak rapat di sempadan, tapi bolong di tengah daratan delta. Mata yang awas bisa mengintip tambak-tambak telanjang di antara rapatnya nipah.
Pada 1980-an, daratan delta diisi vegetasi nipah dan mangrove yang rimbun. Selama dua dekade lebih, sentuhan manusia membawa petaka bagi Delta Mahakam: perombakan tiada tara menelan 80 ribu hektare daratannya. Dari luas itu sekira 67 ribu hektare berupa lahan tambak.
Pukulan terakhir perombakan delta terjadi semenjak 1998. Saat itu, para pendatang membuka mangrove, merombak daratan delta menjadi lahan tambak budidaya.!break!
Setelah melewati babak konversi lahan, tren pembabatan mangrove mulai melambat. Selama kurun 2013-2014, Total E&P Indonesie menggelar berbagai kajian untuk mengetahui lingkungan dan keanekaragaman hayati kawasan ini.
“Salah satu hasilnya, ada indikasi mulai berhentinya laju pembabatan hutan mangrove di Delta Mahakam. Sekarang sedang menuju fase pemulihan secara perlahan, yang tentu saja perlu waktu. Sekarang masyarakat telah mulai sadar pentingnya hutan mangrove,” papar Erwin Santosa, kepala Departemen HSE/ENV Total E&P Indonesie.
Masyarakat telah memahami bahwa produksi tambak yang terbuka tanpa mangrove tidak akan berkelanjutan. “Akhirnya berpindah ke sumber pendapatan lain,” imbuhnya.
Hingga mendekati wilayah perairan sekitar North Processing Unit, Kecamatan Anggana, Kutai Kertanegara, kami menatap tegakan mangrove yang menjulang tinggi. Begitu rapat dan rimbun hutan mangrove sehingga cahaya matahari tidak mampu menembus tetajukan.
Ditanam sejak tahun 2000, hutan mangrove di sekitar North Processing Unit itu membentengi salah satu pulau di Delta Mahakam. Erwin menegaskan penanaman mangrove dilakukan di daerah yang terkena dampak sementara operasi minyak dan gas Total E&P.
Kawasan terdampak itu terutama jalur pipa yang tertanam di dalam tanah. “Prioritas penanaman memang di daerah yang saat operasi migas terkena dampak sementara,” jelas Erwin. Aktivitas pemasangan pipa di dalam tanah sudah pasti membuka lahan. “Daerah-daerah jalur pipa ini menjadi prioritas utama penanaman kembali.”
Seiring waktu, program ini dilanjutkan di lahan-lahan masyarakat kendati tidak terkena dampak operasi migas. “Kita bekerja sama dengan masyarakat dan menawarkan penanaman mangrove. Jika masyarakat berkenan, kami menyediakan bibit mangrove. Dari waktu ke waktu, kita juga memonitornya. Bila selama enam bulan tidak tumbuh, kami akan menyediakan kembali bibitnya.”
Bibit mangrove sangat mudah didapat dan tinggal memetik di pohon. “Menanamnya relatif gampang, tapi tantangannya adalah meyakinkan masyarakat mau menanam,” imbuhnya lagi.
Program ini telah berlangsung sejak 2000, selama 14 tahun. Setiap tahun ditanam sejuta bibit mangrove. Ini berarti 14 juta anakan mangrove telah ditanam, yang mencakup areal sekira 2.500 hektare. Selain bersama masyarakat Delta Mahakam, penanaman juga menggandeng instansi-instansi terkait.!break!
“Jadi tidak hanya menggugah masyarakat di Delta Mahakam, tetapi juga instansi terkait,” ujarnya, “dengan begitu, kesadaran menanam mangrove menjadi semakin luas.”
Upaya penyadaran tidak terbatas di daerah operasi migas Total E&P. Di Balikpapan, juga ada program edukasi di Mangrove Center Graha Indah Karyangau. “Di sana kita membantu Mangrove Center memperkenalkan pentingnya mangrove.”
Masyarakat sekitar Mangrove Center sudah merasakan nilai penting hutan mangrove. Erwin menyatakan, antara 2004-2005, di sekitar Mangrove Center pernah terjadi penebangan mangrove. Dampaknya, saat musim angin kencang tidak ada lagi penghalang alami. Masyarakat akhirnya sadar mangrove harus dikembalikan.
Kini mangrove Center menjadi tempat pembelajaran bagi warga Balikpapan ihwal nilai penting mangrove. “Kita membantu pembangunan dermaga untuk memudahkan akses ke Mangrove Center.”
Peneliti Pusat Pengkajian Perubahan Iklim Universitas Mulawarman Rita Diana memaparkan, semakin tua umur mangrove semakin besar kemampuannya menyerap karbondioksida. “Kami meneliti berbagai hutan mangrove di Delta Mahakam selama 2013-2015,” tutur Rita.
Salah satunya adalah hutan mangrove hasil penanaman Total E&P Indonesie. Rita meneliti kelas umur mangrove dari 2 tahun hingga 12 tahun. “Untuk yang umur 2 tahun, yang paling muda, mampu menyerap 12,19 ton ekuivalen CO2 per hektar per tahun,” jelasnya. Sementara untuk umur tertua, hutan mangrove hasil penanaman mampu menyerap CO2 sebesar 47,73 ton.
Dari hasil penelitian sementara itu, Rita menambahkan, bisa dihitung jumlah serapan CO2 dari semua tanaman mangrove. “Jadi, kita sudah tahu kemampuan menyerap karbon satu pohon mangrove, tinggal dikalikan dengan jumlah pohon yang ditanam,” papar Rita.
Sementara itu, Total E&P bersama Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Mulawarman juga sedang mengembangkan tambak yang ramah lingkungan. “Program silvofishery ini tujuan utamanya untuk tambak ramah lingkungan,” jelas Fahmi dari Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Percontohan budidaya udang ini terletak tak jauh dari North Processing Unit, di tambak milik Haji Lasappe, salah seorang anggota Kelompok Hijau Lestari. Pada tambak seluas 2,5 hektare itu akan ditanami pohon mangrove, dengan memperhatikan siklus pasang surut. “Misi kita, bagaimana caranya bertambak dengan mudah dan murah, tapi hasilnya bagus,” imbuh Fahmi.
Dari hasil percobaan pertama, dengan menebar 50.000 benur seukuran 1 cm, seberat 0,06 gram, setelah 27 hari berkembang menjadi 4 cm, seberat 0,65 gram. “Hasil ini istimewa karena pertumbuhan benur sangat pesat. Hasil ini sama dengan tambak yang memakai kincir air,” tegas Fahmi.
Program pemulihan mangrove Delta Mahakam nampaknya seiring dengan upaya perbaikan ekonomi masyarakatnya. Penanaman mangrove telah menebar kesadaran pentingnya pertautan ekonomi dan ekologi Delta Mahakam.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR