Nationalgeographic.co.id—Pengkhianatan merupakan bentuk kejahatan yang begitu keji di Inggris pada abad pertengahan. Perbuatan ini bertentangan dengan tatanan sosial, sehingga perlu hukuman menakutkan yang membuat pelakunya jera.
Seorang sejarawan bernama Rebecca Simon mengungkapkan detail metode hukuman yang mengerikan. "Eksekusi hanya diperuntukkan bagi pelakunya, yang merupakan eksekusi terburuk dari yang paling buruk," ungkap Rebecca Simon.
Ia mengungkapkan tentang eksekusi mengerikan yang terjadi di Inggris kepada History Extra, dalam artikel berjudul 'Godly butchery': the horrifying history of hanging, drawing and quartering, yang terbit pada 10 Desember 2021.
Pada 1241, seorang pria bernama William Marise, yang juga putra seorang bangsawan Inggris, dihukum karena kejahatan pembajakan.
Hukuman ini dikenal sebagai 'Godly Butchery' atau 'tiga kematian'. "Hari ini, kami mengenali metode eksekusi yang mengerikan, hanya terjadi di Inggris, yang tampaknya identik dengan periode abad pertengahan seperti digantung, ditarik, dan dipotong-potong," imbuh Rebecca.
"Hukumannya mengerikan, ia harus dicabik-cabik di depan umum menjadi empat bagian," lanjutnya. William Marise, yang dieksekusi pada 1242, adalah orang pertama yang diketahui mendapat penyiksaan itu.
"Ia digantung, disayat, dan dikuliti," imbuhnya, "hukuman yang hanya diperuntukkan bagi penjahat terburuk—para pengkhianat."
Pengkhianatan dipandang lebih buruk daripada pembunuhan. Alasannya, perbuatan itu menantang norma masyarakat dan tatanan kerajaan yang bersumber pada Tuhan.
The Treason Act of 1351 mendefinisikan tindakan yang dilakukan kepada Marise sebagai salah satu pengkhianatan untuk membunuh penguasa atau melawan penguasa. "Pembajakan terhadap seorang raja," lanjutnya lagi.
Sebagai tindak kejahatan langsung terhadap raja, pengkhianat harus dihukum seberat mungkin. Lebih dari sebuah hukuman, tujuan dari hukuman gantung, sayat, dan dikuliti adalah untuk menetapkan batas-batas perilaku normal.
"Pesannya adalah bahwa pria 'normal' tidak akan mendapatkan hukuman berupa Godly Butchery atau tiga kematian," ungkap Rebecca. Penyiksaan maut ini menimbulkan rasa sakit yang begitu lama hingga pelaku akan mati karena kelelahan. Hukuman ini merupakan penyiksaan sekaligus olok-olok di depan banyak orang. Inilah yang menunjukan betapa kejamnya hukuman itu.
Baca Juga: Inilah Pekerjaan yang Paling Banyak Peminatnya pada Abad Pertengahan
Godly Butchery melalui beberapa proses. Pertama, orang yang dihukum diseret ke tempat eksekusi dengan kuda. dalam kondisi terikat, mereka terseret dan tercabik-cabik sebelum penderitaan yang sebenarnya dimulai.
Langkah kedua adalah digantung. "Terhukum akan diikat dengan tali di leher sebelum ditarik dari tanah, kadang-kadang dengan menggunakan katrol," ungkap Rebbeca.
Di sana dia akan menjuntai dan meronta-ronta tanpa daya sampai tepat sebelum jatuh pingsan. Pada saat itu, ia diturunkan ke tanah di depan penonton yang ketakutan, namun tetap menyaksikannya.
Kadang-kadang, hukuman dilakukan dengan mengikat setiap anggota badan ke beberapa kuda. Kemudian kuda berlari ke arah yang berlawanan sehingga tubuh terhukum akan robek dan terbelah. "Mayat yang bagian tubuhnya terpisah-pisah, dipamerkan di gerbang kota," tulis Herbert Maxwell.
Maxwell menulis bukunya berjudul The Chronicle of Lanercost 1272-1346, yang diterbitkan oleh Universitas Glasgow pada tahun 1913.
Pada abad ke-19, sudah semakin jarang sekali hukuman ditarik, gantung, sayat, dan dikuliti dilakukan di Inggris. Bahkan, ketika pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan harus dihukum.
Seperti yang terjadi pada 1839, ketika sekitar 10.000 Chartis memimpin pemberontakan besar-besaran di Wales. "Para pemimpin itu ditangkap dan dijatuhi hukuman, tetapi diringankan dengan mengasingkan mereka ke Australia sebagai gantinya," tambahnya.
Godly Butchery dihapuskan sama sekali berkat pengesahan Undang-Undang Perampasan pada 1870. Peraturan ini mengakhiri salah satu tradisi eksekusi publik paling kejam dan mematikan sepanjang sejarah.
Baca Juga: Arkeolog Pecahkan Misteri Struktur Aneh Abad Pertengahan di Yorkshire
Source | : | History Extra |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR