“Saya tidak bisa bilang ada danau kembar, harus ada penelitian lebih lanjut,” kata dia.
Sementara itu Raghel Yunginger, ahli Geofisika Universitas Negeri Gorontalo yang sedang studi S3 di Institut Teknologi Bandung, berpendapat di Gorontalo terdapat depresi yang namanya rendahan Gorontalo yang sangat besar.
Rendahan Gorontalo ini terangkat secara perlahan akibat pengaruh tunjaman Sangihe pada masa kuarter. Hal ini ditunjukkan adanya batu gamping Plio-plistosen dengan elevasi yang cukup tinggi.
“Kalau diperhatikan di peta geologi Gorontalo lembar Tilamuta dan Kotamobagu terlihat bekas rendahan Gorontalo yang sisanya adalah danau Limboto,” kata Raghel.
Dia menambahkan, di sekitar danau Limboto terdapat batu gamping terumbu yang terbentuk pada zaman kuarter kala plistosen. Di samping itu di sekitar danau juga ada satuan endapan danau.
“Satuan batu gamping terumbu dan satuan endapan danau itu meliputi wilayah Reksonegoro, Kota Gorontalo – Dutohe. Bisa dilihat di peta geologi itu,” sebutnya.
Satuan endapan danau dan batu gamping ini merupakan bekas zona rendahan Gorontalo yang secara geologi mengalami pengangkatan akibat aktivitas tenaga endogen yang menyisakan danau Limboto.
Proses sedimentasi yang makin cepet saat ini diasumsikan merupakan dampak kerusakan lingkungan, namun bisa juga akibat masih aktifnya proses aktivitas geologi.
“Namun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut,” ujar Raghel.
Ia pun memastikan tidak ada danau kembar, yang ada adalah rendahan Gorontalo yang terangkat pada zaman kuarter dan menyisakan danau Limboto. (Baca pula : Informasi Minim, Keberadaan Benteng Nassau di Gorontalo Masih Misterius)
“Perlu diketahui bahwa Gorontalo berada di pulau Sulawesi yang sistem pembentukannya secara geologi sangat kompleks dan rumit. Di Gorontalo terdapat sesar besar yang berinteraksi dengn sesar-sesar lain yang mempengaruhi pembentukan Gorontalo termasuk danau Limboto,” ungkap Raghel.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR