Diperkirakan ada sekitar tiga juta bangkai kapal yang tersebar di seluruh lautan, seperempat di antaranya mungkin beristirahat di Atlantik Utara. Menurut studi terbaru, kini satelit dapat digunakan untuk membantu menemukan kapal-kapal karam tersebut.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science, ahli geologi kelautan Matthias Baeye di Royal Belgian Institute of Natural Sciences dan rekan-rekannya menjelaskan bahwa bangkai kapal menghasilkan Suspended Particulate Matter (SPM), sinyal terkonsentrasi yang dapat dideteksi oleh data satelit warna laut resolusi tinggi seperti Landsat-8 NASA.
Semacam bulu linear khas partikel-partikel ini memanjang sejauh 2,5 mil ke hilir dari situs kapal karam dan karenanya mudah terdeteksi dari ruang angkasa.
“Data Landsat-8 dapat diakses dengan gratis, karena itulah metode yang disajikan dalam penelitian ini merupakan alternatif murah untuk teknik akustik dan survey laser," ujar Baeye.
Para peneliti memulai studi mereka dengan menganalisis empat lokasi bangkai kapal dikenal dekat Pelabuhan Zeebrugge di pantai Belgia.
Terpisah sekitar 3 mil antara satu dengan lainnya, bangkai kapal ini terbaring di dasar laut berpasir dengan kedalaman tak kurang dari 49 kaki di bawah permukaan air laut. Keempatnya merupakan kapal sipil.
Dua kapal, SS Sansip dan SS Samvurn tenggelam setelah terkena ranjau selama Perang Dunia II. Kapal uap Swedia Nippon bertabrakan dengan kapal lain pada tahun 1938. Sedangkan SS Neutron, sebuah kapal kargo baja Belanda, tenggelam pada tahun 1965 setelah menabrak bangkai kapal karam, diduga SS Sansip.
Menggunakan model pasang surut dan satu set 21 gambar Landsat-8 gratis, para peneliti memetakan bulu sedimen memanjang dari lokasi kecelakaan.
Mereka menemukan bahwa bulu SPM yang berasal dari situs SS Sansip dan SS Samvurn, yang memiliki porsi yang cukup besar dari struktur mereka yang tak terkubur. Bulu SPM nereka bisa dilacak ke hilir selama surut dan banjir pasang.
Tidak ada bulu SPM tercatat yang berhubungan dengan SS Neutron dan SS Nippon, keduanya terkubur lebih dalam di dasar laut.
“Bulu-bulu SPM merupakan indikator bahwa bangkai kapal karam terletak di dasar laut, dan tentu saja tak terkubur,” ujar Baeye dan rekannya.
Belum dapat dipastikan apakah batas kedalaman juga berlaku dalam metodologi deteksi bangkai kapal ini, karena keempat sampel berada di lautan dangkal. Namun, mengingat ada jutaan bangkai kapal yang tersebar di seluruh lautan, memiliki satu metodologi baru untuk menemukan mereka adalah kemajuan yang signifikan.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR