Informasi beredar di media sosial dan beragam forum menyebutkan bahwa wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura akan dilanda suhu panas akibat equinox. Berdasarkan informasi itu, publik diminta untuk tinggal di dalam rumah antara pukul 12.00 - 15.00.
Diinformasikan juga, jika ingin memastikan apakah suhu benar-benar tinggi, bisa dilakukan dengan menempatkan lilin di sudut rumah. Jika meleleh, maka suhu sudah mencapai titik yang membahayakan.
Akibat equinox, suhu diperkirakan mencapai 40 derajat celsius. Publik diminta beradaptasi dengan mengonsumsi air 3 liter sehari, memperbanyak makan sayuran dan mandi sesering mungkin.
Gambaran dampak equinox itu mengerikan sebab manusia bisa pingsan, terserang heat stroke, dan mengalami kegagalan fungsi organ tertentu. Suhu bisa naik hingga 9 derajat celsius.
Benarkah isi pesan berantai itu? Jawabannya, ada yang benar ada yang tidak.
Equinox sebenarnya adalah fenomena yang wajar dan terjadi sejak awal bumi ada. Fenomena tersebut muncul karena pergerakan semu tahunan matahari.
Jadi, setiap tahunnya, matahari secara semu berada di tempat yang berbeda. Kadang tepat di atas khatulistiwa, kadang di atas 23,5 derajat Lintang Selatan, kadang di atas 23,5 derajat Lintang Utara.
Equinox terdekat akan terjadi pada 21 Maret 2016. Fenomena itu memang akan memberikan dampak tetapi efeknya tak sesignifikan yang digambarkan dalam pesan berantai.
"Matahari di equinox setiap tanggal 21 Maret dan tidak memberikan efek signifikan," kata Thomas Djamaluddin, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Secara relatif, panjang siang dan malam saat terjadi equinox sama. Itu juga berlaku di wilayah subtropis.
Yunus S Swarinoto, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, mengatakan, "Equinox bukan merupakan fenomena heat wave atau gelombang panas seperti di Afrika dan Timur Tengah yang dapat mengakibatkan peningkatan suhu secara besar dan bertahan lama."
Yunus mengatakan, suhu udara di Indonesia sendiri sudah relatif panas. Suhu rata-rata di Indonesia saat ini sudah 32-36 derajat celsius.
Suhu tinggi sendiri tak bisa selalu dihubungkan dengan equinox. Suhu udara di Bekasi dan Jakarta sendiri pernah mencapai 40 derajat celsius.
Baru-baru ini, berdasarkan pengamatan kontributor Kompas.com di Pontianak, papan pengukur suhu menunjukkam 41-42 derajat celsius. Namun itu tak serta merta hanya karena equinox.
Yunus meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dengan fenomena equinox. Namun, ia mengatakan, masyarakat tetap harus waspada. Cuaca di beberapa wilayah Indonesia memang cenderung kering. Sejumlah wilayah Sumatera sudah mengalami kemarau.
"Ada baiknya masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkam daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan," jelas Yunus.
Konsumsi sayuran dan buah jelas perlu, begitu juga air. Namun, tak perlu pula konsumsi air dalam jumlah yang sangat besar. Dan jelas, lilin tak akan meleleh hanya karena equinox.
Justru, kata Thomas, akan ada fenomena menarik karena equinox, sebuah hari tanpa bayangan matahari.
!break!Penjelasan BMKG
Terkait pesan berantai itu, BMKG secara resmi akhirnya mengeluarkan penjelasan. Penjelasan itu disampaikan di laman web BMKG.
Dalam keterangannya, BMKG menekankan, equinox adalah salah satu fenomena astronomi saat matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik yang berlangsung 2 kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
Saat fenomena ini berlangsung, durasi siang dan malam di seluruh bagian bumi hampir relatif sama, termasuk wilayah yang berada di subtropis di bagian utara maupun selatan.
"Keberadaan fenomena tersebut tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis, dimana kita ketahui rata-rata suhu maksimal di wilayah Indonesia bisa mencapai 32-36° C," papar Yunus.
Menyikapi hal ini, BMKG menghimbau masyarakat untuk tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari equinox sebagaimana disebutkan dalam isu berkembang.
Secara umum kondisi cuaca di beberapa wilayah Indonesia cenderung kering. Beberapa tempat seperti Sumatera bagian utara mulai memasuki musim kemarau.
Maka ada baiknya masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR