Staf pengajar Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, Wahono, berhasil menciptakan pesawat tanpa awak atau drone yang dapat memetakan lahan dan penyebaran bibit pertanian di medan yang sulit dijangkau.
Pesawat tanpa awak itu diberi nama Farm Mapper dan memiliki daya jangkau luas dan visual dengan resolusi tinggi. Ia membuat perangkat ini karena pesawat sejenis berharga sangat mahal. Perangkat ini sekaligus ia jadikan sebagai pendukung disertasinya untuk meraih gelar doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
"Untuk membuat pesawat ini, saya harus menguji coba ulang dengan memodifikasi dari model pesawat tanpa awak sejenis yang sudah ada sebelumnya," kata Wahono seperti dikutip Antara, Rabu (13/4/2016).
Awalnya Wahono ingin membeli pesawat sejenis. Namun, karena pesawat itu dibanderol seharga Rp 700 juta, ia kemudian berusaha merancang sendiri alat untuk menyelesaikan disertasinya.
Alat ini dibuat dengan fokus pada inovasi yang mendukung kebutuhan pupuk untuk tanaman di area yang sangat luas. (Baca : Mahasiswa Binus Buat Robot yang Jago Berbahasa Indonesia)
Pria yang memiliki latar belakang keahlian di bidang teknologi informasi itu mengatakan, drone tersebut memiliki teknologi resolusi tinggi secara real time. Pesawat ini mampu memetakan (mapping) wilayah hingga luas 800-900 meter persegi sekali terbang dalam waktu dua jam.
"Hal ini tentu membuat proses pemetaan lahan menjadi jauh lebih efektif dan efesien. Kalau harus mengukur satu per satu ke lapangan, membutuhkan waktu lama dan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi," ujarnya.
Menurut Wahono, pengoperasian Farm Mapper ini tanpa menggunakan remote control. Pesawat akan bekerja secara otomatis menyesuaikan rute yang telah diprogram sebelumnya.
"Kita tinggal program pesawat ini mau terbang ke area mana yang akan kita mapping, sambil melihat proses pemetaan di front station pada layar komputer, sampai dia kembali lagi," urainya.
Hasil pemetaan yang diperoleh tadi, katanya, langsung terunggah di komputer yang telah dilengkapi aplikasi khusus. Data tersebut bisa direkonstruksi dalam model 2D dan 3D.
Selain untuk bidang pertanian, Farm Mapper juga bisa digunakan untuk pemetaan terumbu karang di bawah permukaan laut pada pulau-pulau kecil. Bisa juga digunakan di wilayah pertambangan.
Wahono mengakui bahwa banyak kendala yang dihadapi saat proses uji coba. Selain masalah teknis, ada pula kendala eksternal seperti hujan deras yang menyebabkan pesawat seharga Rp 20 juta itu jatuh.
"Saat itu tempat jatuhnya berjarak sekitar dua kilometer, saat saya mau ambil ternyata sudah hilang," tuturnya. (Baca pula : Mahasiswa UGM Kembangkan Bensin dari Minyak Jelantah)
Wahono berencana mempercanggih drone ciptaannya. Ia akan menambahkan sensor collision avoidence dan route alternativeyang mampu menghindari tabrakan pesawat dari objek tak terduga di depannya hingga pesawat mampu mengubah arah secara otomatis.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR