Dalam waktu yang sama, para pembuat kebijakan dari berbagai negara datang dengan sebuah kesimpulan yang sangat berbeda mengenai kemungkinan genetik .
Mereka dengan sepenuhnya mendukung terapi gen yang dilakukan oleh para ilmuwan dan berharap akan berjalan aman, efektif, dan terjangkau dalam menargetkan penyakit secara lebih luas.
Namun mereka menolak untuk dilakukannya modifikasi menggunakan germline embrio manusia yang secara genetik untuk menghasilkan anak di sekitar 40 negara, melewati hukum yang menentangnya.
Masalah modifikasi germline manusia terlambat dipikirkan secara matang selama dekade pertama abad 21. Tapi kemudia hal tersebut kembali memanas pada bulan April 2015, ketika para peneliti di Sun Yat Sen University mengumumkan telah menggunakan CRISPR untuk mengedir genom embrio manusia. Percobaan mereka sangat tidak sukses dalam hal teknis, tapi mengundang perhatian dunia.
Pada Desember 2015, kontroversi tentang penggunaan CRISPR untuk menghasilkan anak-anak adala agenda utama pada KTT Internasional tentang Human Gene Editing yang diselenggarakan akademi sains nasional dari Amerika Serikat, Inggris, dan Cina.
Hampir setiap pembicara sepakat bahwa saat ini, membuat perubahan ireversibel ke setiap sel dalam tubuh anak-anak di masa depan dan semua keturunan mereka merupakan eksperimentasi manusia yang luar biasa berisiko.
Pembicaraan mengenai penempatan alat editing gen baru pada klinik-klinik kesuburan harus dimulai dengan titik yang jelas, namun hal tersebut beberapa kali terabaikan.
Secara definisi, editing gen germline tidak akan mengancam kebutuhan medis seseorang.
Di luar masalah teknis, ditemukan pertanyaan sosial dan politis. Akankah editing gen dibenarkan, di luar risiko yang ada, bagi orang tua yang mungkin saja menurunkan penyakit bagi generasi selanjutnya.
Sejumlah pasangan heteroseksual mungkin ragu-ragu untuk menggunakan opsi ini karena mereka ingin seorang anak yang bukan hanya terhindar dari gen rusak namun juga memiliki kemiripan dengan mereka.
Mereka dapat melakukannya dengan teknik screening embrio yang disebut dengan teknik screening embrio bernama implantasi genetik diagnosis (PGD).
PGD sendiri akhirnya mengangkat sebuah perhatian terkait penenerapannya secara sosial maupun etika. Pertanyaan penting ini berasal dari prespektif hal penyandang disabilitas.
Benar jika sejumlah pasangan (dalam jumlah yang sangat kecil) tidak akan mampu memproduksi embrio yang tidak terpengaruh, sehingga tidak perlu menggunakan PGD untuk melawan penyakit genetik lainnya.
Dari prespektif hukum, bagaimana kita menggambarkan perbedaan antara medis dengan tujuan penambahan modifikasi germline?
Kita tahu bahwa orang yang lebih tinggi cenderung mendapatkan lebih banyak uang. Begitu juga orang-orang dengan kulit pucat. Namun apakah merencanakan varietas hari depan anak secara finasial dan sosial dianggap sebagai sebuah keharusan?
Coba pikirkan kembali mengenai "Organic Enhacement" yang dibicarakan sebelumnya. Mereka itu fiktif, namun mereka mencoba memprediksi kehidupan manusia di masa depan. Akan ada perubahan sosial, dan akan sulit untuk kembali pada perubahan genetik itu.
Penulis | : | |
Editor | : | test |
KOMENTAR