Hewan itu bergerak-gerak gelisah dalam sebuah kandang kayu sempit. Moncongnya berulang kali mengendus celah-celah kandang. Seolah berusaha mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari tempat mengerikan itu.
Bagi musang kelapa Asia atau luwak (Paradoxurus hermaphroditus) yang merupakan hewan nokturnal, terkurung dalam sebuah ruangan yang diterangi banyak sinar matahari merupakan penderitaan tak terperi, ditambah lagi mereka dipaksa untuk memakan buah-buah kopi mentah. Mereka terbiasa hidup berkeliaran di alam bebas, memilah-milih buah-buahan yang paling masak sebagai camilan sehari-hari.
Baca juga: Studi: Penyuka Kopi Pahit Cenderung Memiliki Kepribadian Psikopat
Ketika gelisah, mereka bisa berkelahi antar sesamanya, menggerogoti kaki mereka sendiri, dan seringkali ditemukan darah dalam tinja mereka. Banyak yang sakit dan akhirnya mati karena stres.
Inilah kenyataan pahit yang terjadi di dalam industri kopi luwak. Tingginya popularitas kopi ini, dikombinasikan dengan harganya yang menggiurkan, telah menciptakan industri yang tidak seharusnya ada. Luwak di alam liar ditangkap dan dikurung dalam kandang-kandang sempit di perkebunan kopi, terutama di Indonesia dan Thailand, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius bagi mamalia tersebut.
Studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Animal Welfare bahkan menyebutkan produksi kopi luwak sebagai “industri perbudakan”.
Sekilas, kopi luwak terdengar bagai konsep yang amat menarik. Kopi terbuat dari biji yang sebagian telah dicerna oleh musang kelapa Asia, anggota musang dari keluarga Viverridae.
Para penikmat kopi luwak berpendapat bahwa kopi ini lebih baik karena enzim khusus dan proses fermentasi di dalam saluran pencernaan luwak rupanya meningkatkan “rasa khusus” dari kopi tersebut. Tak masalah jika biji-biji kopi tersebut di dapat dari luwak yang hidup bebas di alam liar. Tapi kenyataan berkata sebaliknya. Ada kekejaman di dalam secangkir kopi luwak yang memberikan kenikmatan sesaat bagi kita di pagi hari. Masihkah kita tega meminumnya?
Baca juga: Bagaimana Kopi Mempengaruhi Mental Kita?
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR