Nationalgeographic.co.id—Dalam puisi dan kisah-kisah yang diceritakan turun-temurun sejak abad pertengahan, muncul kisah ritual Elang Darah. Ini merupakan contoh kebrutalan dan kekejaman Viking.
Dalam ritual tersebut dilakukan pemisahan tulang rusuk dari tulang belakang korban. Paru-paru korban ditarik keluar melalui punggung untuk membuat sepasang 'sayap' berdarah. Ini dilakukan saat korban masih dalam keadaan hidup.
Namun para sejarawan memperdebatkan kebenaran kisah brutal ini selama beberapa dekade. Mereka tidak yakin bahwa ritual Elang Darah benar-benar ada. Bisa jadi, ini adalah cerita yang disalahpahami atau 'dibumbui' secara turun-temurun melalui puisi. Selain itu, karena tidak ada bukti ritual ini pernah dilakukan, cerita Elang Darah pun dianggap sebagai legenda.
Sekelompok tim peneliti dari Universitas Keele, termasuk ahli anatomi, menerbitkan penelitian tentang hal ini. Mereka menyelidiki soal apakah ritual ini benar-benar dilakukan.
Bekerja sama dengan sejarawan Viking Dr. Luke John Murphy dari Universitas Islandia, tim pun melakukan simulasi. Mereka menggunakan perangkat lunak anatomi modern canggih yang dikombinasikan dengan penilaian ulang cerita dan catatan sejarah tentang bagaimana ritual itu dilakukan. Serta analisis baru tentang bagaimana masyarakat Nordik abad pertengahan awal mempraktikkan perilaku kekerasan.
Hasilnya, secara anatomis ritual ini mungkin dilakukan. Meskipun kemungkinan besar akan menyebabkan kematian korban sejak awal ritual. Sedangkan hasil analisis terhadap konteks budaya menunjukkan bahwa ritual ini tampaknya tidak bertentangan dengan adat istiadat sosial. Meski ritual ini sangat brutal dan ekstrem.
Ritual Elang Darah diduga dipraktikkan dari abad ke-8 hingga ke-11 oleh perampok laut Skandinavia. Ritual ini awalnya hanya diketahui melalui kisah-kisah yang diceritakan turun-temurun sampai tim peneliti menemukan bahwa itu bisa dilakukan dengan senjata Viking. Tombak Viking berduri dapat digunakan untuk melakukan ritual mengerikan tersebut. Arti kata-kata seperti 'memotong' atau 'mengukir' punggung korban selalu diperdebatkan. Ujung tombak Viking yang berduri bisa saja membuka tulang rusuk dengan cepat dari belakang.
Baca Juga: Bluetooth Berasal dari Nama Raja Viking yang Mati Seribu Tahun Lalu
Tim juga menyatakan bahwa ritual itu konsisten dengan kebiasaan Viking memperlakukan musuh dan mayat. Lebih lanjut, makalah juga menunjukkan ritual Elang Darah mungkin dikaitkan dengan pertahanan kehormatan Viking.
Imajinasi membuat seseorang membayangkan korban telungkup dengan paru-paru mengembang di punggung terbuka seperti sayap burung yang mengepak. Namun para peneliti mengatakan korban tidak akan bertahan lama. Dan bertentangan dengan legenda, mereka akan mati sebelum paru-paru mereka mati sepenuhnya dan ditarik ke belakang.
Jika ritual Elang Darah benar-benar dilakukan, ini mungkin dilakukan sebagai demonstrasi kekuatan elit Viking. Seluruh urusan pemotongan tulang dan pengambilan organ akan menjadi pesta berlumuran darah.
Namun, jeritan korban akan menghilang segera setelah jaringan lunak dicabut dari punggung mereka.
Penguasa Viking tidak ragu untuk menampilkan mayat manusia dan hewan dalam ritual khusus. Ini untuk mempertahankan kekuasaan dengan menampilkan karakter brutal.
Penelitian ini memberikan kontribusi penting untuk studi masyarakat awal Abad Pertengahan. Karena ritual semacam ini memainkan peran penting dalam budaya Viking, terutama untuk mengamankan status sosial.
"Bekerja dengan ahli anatomi dalam proyek ini sangat menarik. Mereka telah memberikan perspektif yang berbeda," tutur Murphy. Selain dari aspek anatomi, penelitian ini juga memberi informasi dari perspektif sosiokultural mengenai mengapa ritual brutal ini dilakukan.
Baca Juga: Temuan Anting Emas Diduga Hadiah Kaisar Bizantium Kepada Suku Viking
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR