Pada 1 September 2016 mendatang, fenomena gerhana matahari cincin akan menghiasi langit, terutama negara Afrika. Organisasi Astronomers Without Borders mengharapkan setidaknya ribuan siswa di negara tersebut akan mampu menikmati pemandangan itu secara aman.
Berangkat dari motto \'One People, One Sky\', organisasi tersebut juga berharap mampu mengirimkan kacamata gerhana ke delapan negara yang dilewati oleh penampakan gerhana matahari tersebut.
"Fenomena spektakuler dan jarang terjadi ini akan mampu memberikan manfaat bagi hampir semua orang," ujar Mike Simmons, pendiri organisasi tersebut. "Mereka memiliki gerhana, mereka juga memiliki pendidik bidang astronomi, yang bekerja sama dengan guru-guru lainnya. Namun jika mereka tidak menggunakan kacamata gerhana, mungkin mereka akan kehilangan sesuatu dari fenomena itu."
Gerhana matahari di bulan September bukanlah gerhana total. Posisi bulan di langit akan menutupi matahari hingga menyisakan sedikit cahaya matahari. Maka fenomena langit tersebut akan tampak seperti cincin yang berkilauan karena siluet dari bulan.
Melihat gerhana matahari cincin tanpa filter yang seharusnya tidak aman dilakukan, itu mengapa organisasi tersebut berharap mampu membantu ditambah lagi dengan tambahan pengetahuan untuk menjelaskan terjadinya fenomena tersebut.
"Dengan melihat fenomena ini akan mempermudah pemahaman pada ilmu pengetahuan," ujar Olayinka Fagbemiro yang bekerja di National Space Research and Development Agency di Nigeria dan akan mendistribusikan kacamata gerhana ke Abuja. "Ini juga akan menjelaskan secara ilmiah fenomena yang ada, yang biasanya banyak masyarakat Afrika kaitkan dengan takhayul."
Target yang ingin dicapai dari organisasi ini adalah 37,000 dollar untuk membeli 37,000 kacamata gerhana. Tahun 2013, organisasi itu juga melakukan hal yang sama di Afrika dan menemukan bahwa banyak orang yang tertarik dengan fenomena ini.
Langit di Afrika merupakan sebuah laboratorium yang sempurna untuk mempelajari astronomi, terutama di malam hari, ketika area tersebut sangat gelap dan tidak terkenal polusi untuk dapat melihat bintang. Namun gerhana seperti itu merupakan kesempatan yang sangat jarang bagi banyak orang di kota itu untuk mempelajari sedikit pengetahuan tentang langit.
"Sekolah kami memiliki satu laboratorium yang kita gunakan untuk praktik," kata Ryan Lemon, seorang relawan Peace Corps yang mengajarkan fisika di Tanzania. "Materialnya sedikit, namun beruntung bagi saya, fisika ada di sekitar kita."
Ketika Lemon menemukan kampanye ini, ia meminta organisasi tersebut untuk dapat bergabung di dalamnya. Terdapat 400 pelajar di sekolahnya yang berada di area Rukwa, dekat danau Tanganyika, yang usianya antara 12 hingga 17 tahun. Banyak dari mereka yang tidak pernah meninggalkan desa menuju kota terdekat di sana.
"Jika siswa saya mampu mendapatkan kacamata itu, mungkin ini akan terlihat seperti laboratorium dan karyawisata yang akan kami lakukan di halaman belakang," ujarnya dalam surat yang ia kirimkan pada organisasi tersebut. "Ini adalah pengalaman yang jarang dirasakan untuk dapat melihat gerhana matahari di sekolah mereka. Mereka memiliki kesempatan untuk melihat aplikasi nyata dari fisika yang mereka pelajari di kelas dalam skala yang bersejarah ini."
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | test |
KOMENTAR