Di suatu sore di bulan November 2014, ahli biologi Germán Chávez mendengar suara menggema di ketinggian hutan Taman Nasional Tingo María, Pegunungan Andes, Peru Tengah.
Setelah beberapa lama mencari, akhirnya ia menemukan sumber suara tak dikenal itu: seekor katak berukuran kurang dari 2,5 cm berwarna cokelat dengan gradasi merah di kakinya.
“Kami tidak pernah melihat katak seperti itu sebelumnya,” ujar Chávez, yang bekerja di Pusat Ornitologi dan Biodiversitas Peru.
Katak yang ditemukan ini juga memiliki bercak-bercak kuning, cokelat, dan oranye di lipatan paha mereka.
Setelah menganalisis selama dua tahun, Chávez dan rekannya, Alessandro Catenazzi mengkonfirmasi bahwa katak tersebut merupakan spesies baru. Mereka menamainya Pristimantis pulchiridormientes, atau katak ‘Putri Tidur’, merujuk pada tempat penemuan katak, yang digambarkan oleh penduduk setempat seperti wanita yang tengah berbaring.
Penemuan spesies baru ini menambah jajaran spesies yang tergabung dalam Pristimantis, genus katak tropis yang memiliki keragaman menakjubkan, namun belum banyak diteliti.
Katak Putri Tidur ini merupakan spesies yang pertama kali ditemukan di Taman Nasional Tingo María. Padahal, Tingo María diresmikan tahun 1965, menjadikannya sebagai salah satu taman nasional tertua di Peru.
Mengapa taman nasional ini begitu lama dibiarkan tanpa dieksplorasi lebih jauh?
Salah satu alasannya, menurut Catenazzi, taman nasional ini ditetapkan dengan tujuan utama untuk melestarikan La Cueva de las Lechuzas atau Cave of the Owls, habitat burung dan kelelawar, serta area gunung, bukannya untuk melestarikan keanekaragaman hayati hutan tersebut.
Catenazzi dan Chávez berharap penemuan ini dapat mendorong peningkatan perlindungan bagi spesies di TN Tingo María, baik dengan mendokumentasikan keragaman hayati yang tersembunyi dan menunjukkan betapa pentingnya area tersebut bagi penelitian.
Para peneliti juga mengingatkan bahwa bukan hanya katak di Tingo María, melainkan juga di seluruh dunia, terancam oleh perdagangan global amfibi untuk hewan peliharaan, penyebaran jamur mematikan, dan deforestasi akibat pengembangan pertambangan dan minyak.
Ada banyak hal yang harus kita ubah untuk menyelamatkan spesies ini dan diri kita sendiri pada akhirnya.
“Amfibi-amfibi ini memberitahu bahwa kita tak memperlakukan lingkungan dengan baik, dan kita harus mendengarkan mereka,” ujar para peneliti.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR