Nationalgeographic.co.id—Ketika mengambil cuti demi liburan, sebagian dari Anda pasti masih saja mengurusi urusan pekerjaan lewat gawai.
Keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan jadi sulit semenjak kehadiran surel, sebagaimana dalam temuan Loughborough University berjudul The impact of e-mail on work-life balance. Belum lagi era serba digital sekarang, membuat banyak orang tidak bisa terlepas dari aplikasi produktivitas seperti Zoom, walau berada di tempat liburan.
Di masa pagebluk yang membuat kita bekerja dari rumah pun, nampaknya mengaburkan batasan antara kehidupan pribadi dan profesional. Hal ini buruk bagi pecinta jalan-jalan, gangguan kerja saat berlibur dapat menyebabkan stres dan kelelahan yang mengurangi kesenangan esensi liburan yang menyenangkan.
Akibatnya, budaya seperti ini berujung pada burnout, yang diperparah adanya rasa keterasingan, ketakutan, kesedihan, dan kekhawatiran terhadap kehidupan pekerja. Mengutip World Economic Forum, para ahli menemukan efek ini berdampak pada banyaknya pekerja memutuskan berhenti bekerja (resign). Misalnya, di Amerika Serikat, pada Agustus mencapai 4,3 juta pekerja yang berhenti dalam satu bulan.
Kondisi itu serupa dengan temuan Badan Pusat Statistik yang mengatakan sebanyak 15.426.491 pekerja di Indonesia, memutuskan untuk berhenti bekerja pada 2020. Pemberhentian bekerja memiliki ragam alasan, yang salah satunya disebabkan karantina dan PSBB. Jumlah ini 49,26% lebih tinggi daripada laporan tahun 2019.
"Sebagian besar dari kita diajari sejak usia sangat muda bahwa pekerjaan kita adalah nilai kita, dan bahwa jika kita tidak melakukan semua yang kita bisa untuk memuaskan atasan kita dan menjadi produktif, kita akan berakhir sangat menderita karena kemiskinan," kata Devon Price, seorang profesor psikologi sosial di Loyola University Chicago, di National Geographic. Dia adalah penulis buku Laziness Does Not Exist.
Padahal, menurut makalah di Journal of Happiness, kita—pelancong yang bekerja—membutuhkan waktu untuk bersantai setelah masa kerja yang penuh tekanan dan menyesuaikan liburan. Setidaknya, dibutuhkan delapan hari liburan supaya manfaat istirahat bisa dirasakan sepenuhnya bagi seseorang.
Jika beban pekerjaan menumpuk, mengganggu suasana hati bisa mengakibatkan kurangnya keefektifan bekerja, kemampuan kreatif yang terhambat, dan pemecahan masalah yang berkurang. Ujungnya, Emily Nagoski pendidik kesehatan dan penulis buku Burnout: The Secret to Unlocking the Stress Cycle. Dampak ini juga mengganggu secara psikologis dan perilaku, mulai dari memakan makanan yang tidak sehat, kesepian dan putus asa, penyalahgunaan alkohol, dan perilaku merusak diri lainnya.
Dia bahkan mendapati, para pelancoung yang kelelahan bisa terserang flu begitu mereka tiba di tempat tujuan. Menurutnya, fenomena ini terjadi ketika tubuh seseorang dibuat tetap berjalan dan produktif jauh dari seharusnya, yang kemudian hancur ketika memiliki kesempatan untuk beristirahat.
"Anda dapat hidup tanpa istirahat yang cukup, tetapi pada akhirnya itu akan datang untuk Anda," kata Nagoski. "Kebutuhan istirahat akan mencengkeram kaus itu, membantingmu ke tanah, meletakkan kakinya di dadamu, dan [mengatakan] 'Aku suruh kamu berbaring!'"
Nah, jika kegiatan bekerja membawa Anda pada sensasi liburan yang menderita, ada beberapa saran, taktik, dan solusi untuk menyelamatkan liburan Anda.
Baca Juga: Rekomendasi Lima Gunung di Jawa Barat Bagi Para Pendaki Pemula
David B. Posen, seorang ahli medis dan penulis berbagai buku terkait manajemen stres seperti Is Work Killing You? menyarankan, perbanyaklah aktivitas fisik yang dapat melupakan pekerjaan.
"Salah satu putra saya melakukan panjat tebing—[saat] Anda memanjat tebing, percayalah, dia tidak memikirkan pekerjaan," jelasnya. "Dia hanya memikirkan ke mana harus meletakkan tangannya selanjutnya, bagaimana menggerakkan kakinya. Semakin menarik latihannya, semakin dapat menyerap latihan itu pada Anda."
Apa pun aktivitasnya, jika Anda menyukainya—termasuk membaca buku yang belakangan hanya sekadar dibeli—dapat mengurangi beban pikiran.
Keheningan pun bisa menjadi penangkal stres yang ideal, seperti lewat kegiatan spiritualitas. Karma Lekshe Tsomo, seorang profesor agama Buddha di University of San Diego menyarankan, kegiatan spiritualitas adalah cara alami untuk terhubung kembali dengan diri sendiri.
Manfaat dan caranya bisa Anda baca pada artikel kami terkait meditasi yang beragam, dan bisa disesuaikan dengan agama yang Anda anut.
"Sumber peredaan stres termasuk keluarga, teman, hewan peliharaan, spiritualitas dan agama, alam," lanjut Posen. Jika fokus pikiran kita bisa memaknai apa yang ada, rasa bersyukur bisa menjadi kunci meredakan stres.
Baca Juga: Studi Ungkap Alasan Stres Bisa Menyebabkan Kematian
"Fokus pada apa yang ada, bukan apa yang tiada. Ketika Anda mulai memikirkan semua hal kecil untuk disyukuri, daftarnya hampir tidak ada habisnya. Itu membuat orang keluar dari kepala mereka sendiri dan keluhan mereka sendiri [untuk] menuliskannya."
Singkatnya, para ahli di bidang stres dan fisik menyimpulkan beberapa cara yang bisa diterapkan bagi para pekerja untuk mengelola rasa tertekan yang ada di kehidupan sehari-hari. Praktik ini bisa diterapkan agar para pelancong dapat mengatasi stres saat berlibur.
1. Sebelum pergi, luangkan waktu sejenak untuk beristirahat.
Price menyarankan, kondisi awal ini mengharuskan Anda untuk menjauhi aktivitas di telepon genggam, terutama setelah bekerja. Jika masih ada urusan, buatlah balasan otomatis yang bekerja di luar jam kantor. Kemudian atur batas waktu yang dihabiskan untuk mengecek pesan atau surat elektronik dari kantor, termasuk mematikan komputer dan menjauhi layar ponsel.
2. Walau tidak kreatif, tetaplah berkreasi.
Kegiatan ekspresi kreatif, seperti seni, kerajinan tangan, dan menulis jurnal dapat membantu mengetasi stres, kata Nagoski. Kegiatan ini dapat menyalurkan perasaan yang tidak menyenangkan di luar tubuh Anda.
3. Berkumpul dengan orang-orang.
"Obat untuk kelelahan hanya bisa dilakukan oleh kita semua yang saling peduli," Nagoski melanjutkan. "Saya menyebutnya 'gelembung cinta' orang dan koneksi sosial, di mana Anda tidak percaya pada gagasan bahwa nilai [diri] Anda dapat diukur dengan gaji Anda, atau dengan tingkat kelelahan Anda, atau dengan jabatan atau jumlah jam Anda bekerja."
Berkumpul dan menghabiskan waktu bersama orang-orang yang membuat rasa bahagia dan menghibur, dapat memberi energi dan pengalihan dari beban pikiran.
4. Saatnya jalan-jalan dan temui alam
Posen merekomendasikan untuk menonton ari terjun atau duduk di pantai untuk melihat air pasang datang. Kondisi dua lingkungan ini membuat tenang diri Anda, lewat ritme yang mampu melepas pikiran Anda, dan bahkan bisa menawarkan kenyamanan spiritual.
Baca Juga: Studi Baru: Mahasiswa Menghindari Interaksi Sosial Saat Sedang Stres
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR