Nationalgeographic.co.id—Belakangan, jagat maya di Indonesia diramaikan dengan salah satu scene penting, dari cuplikan web series berjudul Layangan Putus. Dalam salah satu adegannya, terlontar pertanyaan, "kenapa Kapadokia?".
Lantas, sebutan Kapadokia menjadi ramai dan memenuhi kolom pencarian, dipenuhi rasa penasaran para penikmat web series tersebut, untuk mengetahui lebih jauh tentang suatu tempat yang bernama Kapadokia.
Kapadokia merupakan salah satu wilayah bersejarah di Anatolia Tengah, terutama di Provinsi Nevşehir di negara Turki modern.
Wilayah ini terbentuk sejak 60 juta tahun yang lalu, akibat erosi lapisan lunak lava dan abu dari Gunung Erciyes (Argeus), Gunung Hasan dan Gunung Güllü, yang terbentuk dari angin dan hujan selama jutaan tahun.
"Pemukiman masyarakat kuno di wilayah Kapadokia, telah ada sejak zaman Paleolitikum," tulis Kayapaki: Premium Caves dalam laman resminya, lewat artikel berjudul Cappadocia.
Rumah-rumah dan gereja-gereja yang dipahat di gua-gua dan bebatuan, mengubah wilayah itu menjadi surga bagi orang-orang Kristen yang melarikan diri dari dominasi Kekaisaran Romawi.
"Keindahan Kapadokia adalah representasi dari keindahan alam dan sejarah yang saling menyatu," imbuhnya.
Bangsa Het adalah sekumpulan masyarakat kuno yang paling awal menghuni Kapadokia. "Orang Het juga menjadi saksi penting dari terselenggaranya perdagangan penting, Jalur Sutra," terusnya.
Pada abad ke-4 M, saat Kapadokia dan orang-orang Het mulai berada di bawah kendali Leon III, raja Romawi Kuno, Biara Kapadokia berkembang dengan pesat, meskipun Ikonoklasme dilarang oleh Raja Leon III.
Peradaban Het yang terus berkembang, membuatnya menjadi kekaisaran besar di Turki Kuno. Sampai pada saatnya, periode gelap menyelimuti Kapadokia abad ke-12 M, yang ditandai dengan keruntuhan Kekaisaran Het.
Adanya keruntuhan Kekaisaran Het, diperkirakan akibat gelombang pernyerbuan bangsa Arab ke Kapadokia. Pada abad ke-12 M, Kapadokia jatuh ke tangan Turki Seljuk. Islam mulai tersebar tatkala Kekaisaran Ottoman menginvasinya.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Kayapaki: Premium Caves,Urgup Balloons |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR