Satu per satu lapisan es di sisi timur semenanjung mulai runtuh. Pertama, dua lapisan es hilang dengan mudah, muncul pada awal musim panas, lantas menghilang di akhir musim.
Namun runtuhnya lapisan es Larsen A pada tahun 1995 dan Larsen B pada tahun 2002 merupakan peristiwa hebat. Peristiwa tersebut terdokumentasikan oleh saksi manusia dan foto satelit. Larsen B, yang menyelimuti wilayah yang lebih luas dari negara bagian Rhode Island, hancur dalam hitungan hari menjadi ribuan pecahan, masing-masing hanya berukuran lebih besar dari sebuah pesawat pengangkut.
Larsen A dan B menunjukkan gejala sama yang mengarah pada kehancuran mereka. Keduanya kehilangan lapisan isolasi salju mereka, memperlihatkan permukaan es yang gelap dan menyerap lebih banyak panas matahari. Danau lelehan bermunculan dan menjalar ke seluruh permukaan, kemudian air mengalir melalui celah-celah di dalam es.
“Bobot air lelehan mendorong keretakan yang lebih dalam selayaknya pasak, dan menerobos ke bagian bawah,” kata Theodore Scambos, seorang ahli gletser di National Snow and Ice Data Center, yang telah mempelajari lapisan es ini selama bertahun-tahun dan berkemah dengan Pettit di Antartika pada Februari lalu.
Teori ini nampaknya menjelaskan runtuhnya empat lapisan es secara tiba tiba dalam 15 tahun terakhir. Namun pada tahun 2010, Scambos dan Pettit menemukan hal baru yang akan mengubah pandangan mereka tentang keadaan ini.
Pada bulan Februari tahun itu, mereka mengunjungi potongan kecil Larsen B yang bertahan - sekarang disebut Lapisan Es Scar Inlet - dan memasang beberapa stasiun cuaca otomatis di sekitarnya.
Scar Inlet melihat sunset terakhirnya pada 13 Juni 2010. Pada puncak musim dingin Antartika di pertengahan Juli, suhu di sana turun mencapai -30° F. Itulah saat stasiun cuaca mengirim balik beberapa berita tak terduga melalui telepon satelit. Pada tanggal 14 Juli, angin tiba-tiba berhembus, dan suhu di Scar Inlet naik 77 derajat, mencapai puncaknya pada 50 derajat Fahrenheit. Air lelehan menetes melalui salju. Gelombang panas itu berlangsung selama 36 jam.
Scambos dengan cepat mengenali ini adalah angin fohn - fenomena yang dikenal di daerah pegunungan lainnya, dari Pegunungan Alpen di Eropa sampai Rockies di Colorado. Susunan tak biasa dari sistem bertekanan tinggi dan rendah telah mendorong angin sirkumpolar mengalir langsung di atas pegunungan Semenanjung Antartika ketimbang membelokkan angin itu ke utara seperti biasanya.
Ketika udara naik melalui sisi barat pegunungan, uapnya berjatuhan menjadi salju. Proses ini menyebabkan udara menghangat karena molekul air melepaskan panas untuk berkondensasi dari uap menjadi kristal-kristal es. Lalu udara melesat turun melalui sisi timur pegunungan, menyebabkan udara terus menghangat karena terkompresi, sehingga memicu gelombang panas.
Ketika Scambos dan Pettit kembali ke Lapisan Es Scar pada awal tahun 2011, mereka menemukan jejak manusia dari tahun sebelumnya tetap ada permukaannya dan dipadatkan melalui pencairan serta pembekuan ulang. Fakta tersebut jelas menakutkan, sebab itu berarti setiap salju baru yang jatuh selama musim dingin telah terhapus oleh angin.
Scambos, Pettit, dan beberapa ilmuwan lain sekarang memiliki dugaan kuat bahwa angin fohn memegang peran penting dalam keruntuhan lapisan-lapisan es baru-baru ini. Peristiwa ini terus menimbulkan konsekuensi yang lebih luas.
Mempercepat Kenaikan Air Laut
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR