Sanca batik, jenis piton yang memangsa petani di Sulawesi, bukan satu-satunya piton di Indonesia. Seperti halnya hewan lain, piton yang hidup di Indonesia pun beragam. Ada yang hidup di air, pohon, maupun di bebatuan.
Peneliti ular dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, menguraikan bahwa setidaknya ada 13 jenis piton yang hidup di Indonesia. Apa saja dan bagaimana ciri-cirinya? Berikut uraian singkat berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com dari Reptile Database dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Sanca Batik (Python reticulatus)
Punya pola warna menyerupai batik. Penyebarannya di seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia, bisa dijumpai dari Sumatera hingga Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Jenis ini terdaftar sebagai reptil terpanjang di dunia. Panjangnya bisa mencapai 8 meter.
(Baca juga: Seperti Manusia, Monyet Pun Suka Berendam di Air Hangat untuk Meredakan Stres)
Sanca Bodo atau Python Burma (Python bivittatus)
Piton ini merupakan jenis yang paling fenomenal. Tersebar di Sumatera, Jawa, hingga Bali, piton ini makin sulit ditemui di hutan yang jadi habitat aslinya tetapi justru jadi spesies invasif di Amerika Serikat. Jenis piton ini banyak diperdagangkan sehingga statusnya menurut IUCN pun "Rentan".
Sanca Darah (Python brongersmai)
Jenis piton ini ditemukan di Sumatera. Tubuhnya pendek, maksimal 3 meter, dam cenderung gemuk. Ciri utamanya adalah warna tubuh yang kemerahan, menyerupai darah. Ular ini juga kerap disebut sebagai ular sawah darah atau ular tepek.
Sanca Darah Hitam (Python curtus)
Spesies ini juga ditemukan di Sumatera dan memiliki tubuh pendek seperti P brongersmai. Bedanya, warnanya cenderung lebih gelap. Sanca darah hitam juga jadi salah satu incaran pedagang kulit hewan sebab pola warnanya yang menarik untuk bahan dasar tas, sepatu, atau aksesori lainnya.
Puraca (Python breitensteini)
Jenis ini sebelumnya dianggap satu spesies dengan Phyton curtus namun akhirnya dipisahkan. Ular ini endemik Borneo dan punya warna dominan coklat. Oleh warga lokal, ular yang tak akan lebih dari 3 meter ini kerap disebut ripung atau lipung.
Sanca Bulan (Simalia boeleni)
Jenis piton ini hidup di pegunungan Papua pada ketinggian lebih dari 1.750 meter di atas permukaan laut. Warnanya cenderung kehitaman. Panjang tubuh dewasanya hanya sekitar 3 meter sehingga mangsanya pun hewan-hewan kecil.
Sanca Hijau (Morelia viridis)
Di Indonesia, jenis ini ditemukan di Papua. Bila jenis sanca lainnya berwarna gelap, jenis ini berwarna hijau terang. Berukuran tak terlalu panjang, ular ini banyak ditemukan di pepohonan. Ular berwarna hijau agar bisa menyamarkan diri sebagai dedaunan.
Sanca Permata (Morelia amethistina)
Piton ini juga dijumpai di Papua. Karakteristik utamanya adalah warna sisik yang terang menyerupai permata. Sanca permata terpanjang yang pernah ditemukan mencapai 8,5 meter. Tapi, itu langka. Biasanya, ukuran 5 meter pun sudah tergolong besar untuk jenis ini.
Piton Halmahera (Morelia tracyae)
Jenis piton ini mirip dengan sanca permata tetapi tersebar di wilayah berbeda. Morelia tracyae tersebar hanya di wilayah Halmahera, mencakup Ternate, Tidore, hingga Tanimbar.
Piton Maluku (Morelia clastolepis)
Jenis ini tersebar di wilayah Maluku. Karakteristik utamanya adalah warna tubuh yang coklat terang.
(Baca juga: Bagaimana Cara Anak Ayam Pecahkan Telur Saat Menetas?)
Sanca Pelangi (Liasis fuscus)
Jenis piton ini ditemukan di Papua. Warna tubuhnya sebenarnya coklat, tetapi akan menyerupai pelangi bila terkena cahaya. Ular ini aktif pada malam hari. Saat siang, ular ini biasanya bersembunyi di vegetasi atau di dekat sungai.
Sanca Mata Putih (Liasis savuensis)
Jenis ini juga tersebar di Papua. Panjangnya hanya sekitar 1,5 meter sehingga kadang disebut piton terkecil di dunia. Karakteristik utamanya adalah bagian mata yang berwarna putih. Ular ini biasanya memangsa tikus dan hewan berukuran sedang.
Sanca Coklat (Leiophyton albertisii)
Piton berwarna ini bisa ditemukan di Papua. Warnanya sebenarnya coklat tetapi akan tampak mengkilau bila terkena cahaya. Panjangnya tak lebih dari 2,5 meter.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR