Bagi banyak orang, cinta lebih banyak melibatkan hati daripada otak. Namun, para ilmuwan memiliki pendapat berbeda. Menurut mereka, jatuh cinta membutuhkan beberapa perubahan kompleks pada otak agar dapat terjadi, terutama pada sistem reward.
Diungkapkan dalam artikel kajian terhadapberbagai penelitian cinta, Lisa Damond dan Janna Dickenson dari University of Utah menemukan bahwa cinta yang bersifat romantis secara konsisten melibatkan aktivitas ventral tegmenta area (VTA) dan caudate nucleus.
Baca juga: Ilmuwan Temukan DNA Baru dalam Sel Manusia
Kedua area pada otak tersebut merupakan bagian penting dalam sistem reward yang mengatur jalannya dopamin di dalam otak. Dengan kata lain, Anda terus-terusan ingin bertemu dengan orang tersebut pada tahap awal cinta karena si dia membuat Anda merasa senang.
Jika terus-terusan diasah, perasaan ini kemudian berubah menjadi perasaan cinta yang lebih dalam.
Menurut hasil penelitian asisten profesor psikologi Xiaomeng Nu dan kandidat doktor Ariana Tart-Zelvin dari Idaho State University, selama hubungan Anda dan dia memuaskan, memikirkan si dia tidak hanya akan membuat Anda merasa senang saja, tetapi juga lebih kebal terhadap stres, perasaan negatif, dan bahkan rasa sakit fisik.
Nu dan Tart-Zelvin juga menulis dalam artikelnya untuk Scientific American bahwa walaupun tahap awal dari cinta romantis yang membuat Anda berdebar-debar terasa berbeda dengan cinta yang sudah dirawat selama bertahun-tahun, tetapi otak tidak selalu mengetahui perbedaannya.
Hal ini pun dibuktikan dalam sebuah studi oleh Bianca Acevedo, seorang peneliti dari University of California. Acevedo menemukan bahwa para partisipan yang telah menikah selama 20 tahun dan masih merasakan cinta membara bagi pasangannya memiliki aktivitas otak yang serupa dengan partisipan yang baru jatuh cinta. Pola otak ini juga ditemukan pada semua jender, budaya, dan orientasi seksual.
Baca juga: Kisah \'Walanda Sunda\' di Kampung Albino Ciburuy
Namun, tidak semua jenis cinta memiliki pola aktivitas otak yang sama. Sebagai contoh, Diamond dan Dickenson menemukan bahwa cinta platonik memiliki pola neural yang unik dan berbeda dari cinta romantis.
“Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa proses neural yang berkenaan dengan ketertarikan dan nafsu seksual sangat berbeda, walaupun sering tumpang tindih, dengan proses neural yang mengatur cinta romantis,” tulis Nu dan Tart-Zelvin.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR