Nationalgeographic.co.id - Kota Solo (Surakarta) di Jawa Tengah telah melihat ledakan pangsa pariwisata yang saat ini semakin marak di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai ibukota bekas Kerajaan Mataram yang memerintah di Jawa pada abad ke-17 dan ke-18, kota bersejarah ini menawarkan kelimpahan situs warisan yang telah menjadi tempat wisata yang populer.
Sebut saja Istana Sultan/Sunan Surakarta dari dinasti Pakubuwono (Keraton Kasunanan), istana kecil (Puro) Patih Mangkunegoro (Pura Mangkunegaran), dan tentu saja Benteng Vastenburg, yang dibangun oleh penjajah Belanda dan berada di pusat kota.
Baca juga: 9 Alasan Mengapa Perubahan Iklim Memicu Kebakaran di Berbagai Negara
Karena banyaknya turis—asing maupun domestik—yang pergi ke tempat-tempat wisata tersebut, kota ini banyak memperoleh keuntungan langsung, baik melalui hotel, restoran, toko suvenir, operator tur dan agen perjalanan, maupun profesi lain yang berkaitan dengan industri perhotelan.
Sedangkan untuk penduduk lokal yang tinggal di sekitar tempat wisata, mereka hanya dapat menjadi penonton pemandangan kunjungan pariwisata selama bertahun-tahun. Bagi mereka, pariwisata adalah sesuatu yang membuat tetangga atau kerabat mereka—perajin lokal atau penari tradisional—memiliki peningkatan pendapatan. Sementara untuk sebagian besar kampong sekitar, manfaat serupa tidak pernah didapatkan.
TRIPONYU sebagai Pemberdaya Penduduk Lokal dalam Sektor Pariwisata
TRIPONYU adalah aplikasi pemesanan yang menawarkan wisata unik bagi masyarakat lokal di wilayah Solo dan Jawa Tengah. Tur yang ditawarkan di aplikasi internet peer-to-peer ini sangat unik, karena dilakukan oleh penduduk lokal yang tinggal di lingkungan yang tersedia di situs TRIPONYU. Yang menarik dari tur TRIPONYU adalah bahwa pemandu lokal sendiri yang merancang tur dan menetapkan harganya.
Didirikan oleh tiga pengembang muda Indonesia, TRIPONYU memiliki tagline “menghubungkan orang dan kebahagiaan", dengan maksud membawa wisatawan untuk berhubungan langsung dengan penduduk setempat di area pariwisata. Alfonsus Aditya, salah satu pendiri, mengatakan visi dari TRIPONYU, "Untuk mengatur pariwisata sedemikian rupa dan membawa kesejahteraan bagi banyak penduduk lokal."
Baca juga: Peneliti: Gajah yang Ditangkap dari Alam Liar Cenderung Berumur Pendek
TRIPONYU hanya membantu dalam merencanakan dan melatih penduduk lokal untuk menjadi tuan rumah/pemandu wisata yang lebih baik. Selain itu, mereka juga dilatih dalam mengasah kemampuan bercerita maupun hal-hal lain seperti kebersihan rute, kuliner, dan keamanan bagi pengunjung. Penduduk lokal ini disebut sebagai "Teman" (bukan "pemandu"), sehingga memiliki kedudukan yang sama dengan peserta tur yang jumlahnya hanya dibatasi sepuluh orang per perjalanan.
Selain itu, tim TRIPONYU juga menghubungkan penduduk lokal ke kantor pariwisata kota, sehingga mereka dapat memahami pengembangan pariwisata yang dimiliki pemerintah kota untuk pelaku ekonomi skala kecil seperti pemandu tur lokal ini.
Salah satu program yang dilakukan adalah kampanye promosi yang ditujukan untuk pasar domestic, yang menampilkan banyak atraksi indah yang bisa ditemukan di kampung-kampung Solo. Selain itu, terdapat festival kampung sepanjang dua tahunan yang dipentaskan di halaman depan Benteng Vastenburg, dengan melibatkan lingkungan dalam Solo yang berpartisipasi.
Untuk program ini TRIPONYU bekerja sama dengan kelompok kesadaran pariwisata (Pokdarwis-Kelompok Sadar Wisata) yang mempertemukan seluruh penduduk lokal yang aktif mempromosikan warisan masyarakat dan kearifan lokalnya sebagai tempat wisata.
Harga Tur TRIPONYU
Mengenai harga, penduduk lokal juga menentukan tarif sendiri. Harga yang dibebankan per orang sudah meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan selama tur, termasuk makan atau makanan ringan di restoran lokal yang menyajikan masakan rumahan, mengikuti pelajaran tari tradisional dengan anak-anak kampung, atau membantu pengrajin lingkungan melalui lukisan batiknya. Keunikan dari tur berbasis komunitas yang biasanya berlangsung 5 jam ini adalah bahwa mereka menampilkan banyak aspek lokal (warisan, adat istiadat, dan kearifan) yang biasanya diabaikan oleh tur konvensional.
Baca juga: Jarang Dipedulikan, Lamun Ternyata Membantu Menghadapi Perubahan Iklim
Dengan merancang keseluruhan paket wisata itu sendiri, termasuk harga untuk setiap peserta, penduduk lokal yang sebelumnya hanyalah penonton industri pariwisata, kini telah menjadi pemain aktif. Keikutsertaan mereka telah memperkaya pemandangan wisata Solo dan provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan.
Tuan rumah lokal yang memprakarsai paket tur ini mendapatkan keuntungan maksimal, karena mereka mendapatkan sekitar 93% dari semua penjualan. Jadi, jika tur ditawarkan dengan harga US $10 per orang di situs TRIPONYU (harga rata-rata untuk kebanyakan tur), maka dengan sepuluh peserta (jumlah maksimum per kelompok), “Teman” lokal mendapatkan $93 dan $7 masuk ke TRIPONYU.
Aplikasi TRIPONYU yang tersedia gratis di internet telah membawa manfaat langsung bagi kemakmuran ratusan keluarga di dalam maupun sekitar Solo. Pengalaman wisata yang ditawarkan tidak hanya unik, tetapi juga melestarikan warisan masyarakat, pemandangan lingkungan, dan rasa kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat lokal saat mereka yakin akan apa yang akan terjadi di masa depan. Hal ini sesuai dengan visi TRIPONYU: pariwisata harus diatur sedemikian rupa untuk membawa kesejahteraan bagi banyak orang.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR