Sebentar lagi Natal akan tiba. Hari raya umat Kristiani itu biasanya lekat dengan pohon Natal.
Pusat perbelanjaan dan gereja biasanya meletakkan satu pohon Natal sebagai tanda perayaan. Begitu pula di beberapa rumah pohon Natal menjadi dekorasi paling penting.
Hal ini tentu sering menimbulkan kekhawatiran tentang lingkungan bagi sebagian orang. Mereka khawatir jika makin banyak orang menggunakan dekorasi pohon Natal, makin banyak pula pohon yang ditebang.
Namun, kini banyak pohon Natal buatan yang dijual bebas. Pertanyaannya kemudian adalah apakah pohon Natal buatan ini memberi dampak yang lebih positif terhadap lingkungan?
(Baca juga: Tradisi Kerajaan Inggris Saat Menyambut Natal)
Menghadapi pertanyaan tersebut, American Christmas Tree Assn., kelompok perdagangan industri Amerika membuat sebuah penelitian tentang dampak lingkungan dari pohon Natal asli dan buatan.
Menurut laporan pada 2010, keduanya sama-sama membutuhkan biaya yang cukup besar.
Untuk menumbuhkan pohon asli yang dipakai untuk pohon Natal, kita membutuhkan pupuk, air, pestisida, hebrisida, dan fungisida. Selain itu, juga diperlukan bensin dan tenaga kerja manusia untuk memanen dan mengangkutnya.
Lynn Wunderlich, penasehat pertanian untuk ladang pohon Natal dari University of California Cooperative Estension mengatakan bahwa banyak orang menganggap pohon-pohon tersebut ditebang dari hutan atau dicuri dari alam. Tapi pada kenyataannya, pohon ditanam dan dibudidayakan.
Wunderlich juga menyebut keunggulan dari pohon asli adalah ketika tumbuh, pohon ini menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen.
Sementara itu, pohon natal buatan membutuhkan plastik PVC, baja, dan aluminium, serta kardus untuk kemasannya dan sumber daya manusia untuk mengirimnya. Penelitian tersebut menyebut bahwa jumlah total bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan pohon Natal buatan ini kira-kira sama dengan yang digunakan untuk membuat kursi teras berlapis kain.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pohon Natal lainnya adalah bagaimana ketika Natal telah usai. Apakah pohon Natal Anda akan dibuang begitu saja, atau mendaur ulangnya?
Beberapa orang mungkin akan mencoba membuatnya sebagai kompos dari pohon asli. Mungkin juga Anda akan membakar atau membuangnya ke tempat sampah begitu saja.
Tapi bagaimana dengan pohon Natal buatan? Beberapa mungkin akan Anda jual sebagai rongsokan, tapi yang paling sering adalah dibuang begitu saja karena pohon buatan ini tak dapat di daur ulang.
(Baca juga: Empat Kiat untuk Memotret Kemeriahan Lampu Natal di Penjuru Kota)
Jadi, Manakah yang Memiliki Dampak Lingkungan Lebih Besar?
William Paddock, direktur pelaksana WAP Sustainability Consulting di Chattanooga yang mengawasi penelitian ini menyebutkan bahwa dengan perbandingan satu lawan satu, pohon asli membutuhkan sumber daya yang jauh lebih sedikit untuk mendapatkan pelanggan dibandingkan pohon buatan.
Namun jika Anda berencana untuk menggunakan kembali pohon buatan, seperti yang dilakukan banyak orang, maka ini akan memberikan dampak baik untuk lingkungan.
"Seiring berjalannya waktu, ada titik impas," kata Paddock dikutip dariLA Times, Kamis (14/12/2017).
"Pertanyaannya menjadi, berapa tahun yang dibutuhkan," imbuhnya.
Perkiraan paling konservatif menyebutkan bahwa dibutuhkan waktu sembilan tahun untuk terus menggunakan satu pohon buatan daripada membeli pohon asli setiap tahun. Tapi Paddock menyebut enam tahun angka yang lebih masuk akal.
Belum ada data berapa lama rata-rata orang memakai pohon buatan sebelum membuangnya.
"Tidak banyak orang yang menggunakannya sekali saja dan tidak pernah lagi," ungkapnya.
"Orangtuaku punya (pohon buatan) yang digunakan sejak aku berumur 10 tahun," sambungnya.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR