Anda mungkin sudah pernah mendengar kisah-kisah mengenai mati suri. Mayoritas menceritakan adanya pengelihatan setelah dinyatakan mati secara klinis dan banyak yang menganggapnya sebagai bukti adanya kehidupan setelah kematian.
Apa kata sains mengenai fenomena ini dan bisakah mati suri dijadikan bukti adanya kehidupan setelah kematian?
Mati suri atau fenomena Near Death Experiences (NDEs) memiliki lima tanda umum. Di antaranya adalah merasakan roh melayang ke luar dari tubuh atau Out of Body Experience (OBE); merasakan roh masuk ke terowongan yang gelap; merasakan ada sinar terang di ujung terowongan yang seakan menghubungkan ke dunia lain; dan merasa melihat Tuhan, malaikat atau sosok dicintai yang sudah meninggal dunia sedang menyambut di ujung terowongan.
(Baca juga: Selain Merokok, Inilah 5 Hal yang Dapat “Mematikan” Anda)
Dikutip dari BigThink Jumat (12/1/2018), fenomena mati suri sendiri mulai menarik perhatian ilmuwan sejak buku laris Raymond Moody, Life After Life, mengulas lebih dari 100 kasus mati suri pada 1975.
Selain itu, ahli jantung Fred Schoonmaker membuat laporan selama 18 tahun terhadap lebih dari 2.000 pasiennya dan menemukan lebih dari 50 persen pernah mengalami NDE.
Pim van Lommel, ahli jantung lain juga mengklaim bahwa 12 persen dari 344 pasien yang berhasil dihidupkan kembali mengalami mati suri. Di bukunya yang berjudul Consciousness Beyond Life, dia menuliskan bahwa mati suri adalah bukti kekuatan pikiran tanpa otak.
Namun, seorang dokter di Oregon Emegency Room, Mark Crislip, berkata bahwa seseorang yang mati suri tidak benar-benar mati.
Menggunakan analisis EEG (Elektroensefalografi) yang merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala dan mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak, Crislip mengungkapkan bahwa saat mati suri mayoritas orang hanya mengalami perlambatan aktivitas otak.
"Hanya sedikit yang memiliki garis datar atau benar-benar mati. Kondisi itu hanya terjadi selama 10 detik sebelum sadar. Anehnya, aliran darah sesedikit apapun masih dapat menjaga normalitas EEG," jelas Crislip.
"Oleh karena itu, kematian klinis sejatinya tidak ada karena apabila dalam 2 sampai 10 menit jantung tidak berfungsi, maka seseorang tidak akan sadar kembali," sambungnya.
Dalam kondisi ini, jelas Crislip dalam jurnal Lancet, otak kekurangan oksigen dan melepaskan zat kimia saraf yang bisa menyebabkan halusinasi sama seperti pada pengguna narkoba.
(Baca juga: Sindrom Sleeping Beauty, Kelainan yang Tidak Seindah Namanya)
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR