Perasaan Carel van Schaik campur aduk saat dia mencapai puncak tangga talinya. Van Schaik baru saja meletakkan alat sensor untuk mengukur iklim di kanopi hutan Sumatra. Perangkatnya sangat halus, sedikit tersentuh saja maka akan putus.
Dia melihat orangutan berkeliaran dan takut hal terburuk akan terjadi, si orangutan merusak peralatannya. Namun di luar dugaan, hewan itu justru sama sekali tidak tertarik.
Van Schaik kaget sebab ia bersama timnya di University of Zurich telah menghabiskan beberapa tahun melakukan pengamatan terhadap puluhan orangutan.
(Baca juga: Petani Jepang Gunakan Robot Serigala untuk Menakuti Babi Hutan)
Perilaku yang dia temukan di alam liar tidak sesuai dengan perilaku orangutan yang pernah dia temui di pusat rehabilitasi. Mereka yang di pusat rehabilitasi dengan mudah mengeksplorasi rasa penasaran terhadap sesuatu.
"Di penangkaran, orangutan penuh dengan rasa penasaran, membuka tong sampah, gudang persedian, bahkan mencuri cucian dari jemuran. Sementara orangutan liar tidak pernah melakukannya, tidak penasaran dan cenderung mengindari hal asing," kata van Schaik.
Mencoba lebih dalam memahami perilaku orangutan tersebut, Sofia Forss, salah seorang tim van Schaik melakukan penelitian dengan cara membangun sarang orangutan palsu di kanopi hutan Sumatera. Dia kemudian mengisi sarang tersebut dengan barang-barang yang tidak pernah dilihat oleh orangutan, semisal buah plastik dan boneka orangutan.
Rekaman dari kamera menunjukkan bahwa orangutan liar hanya berjalan mengelilingi barang selama berbulan-bulan. Hanya dua orangutan remaja yang benar-benar menyentuh barang-barang yang tidak mereka kenal.
Lalu, Laura Damerius melakukan percobaan serupa dengan 61 orangutan yang tinggal di pusat rehabilitasi. Dia menemukan bahwa kera yang tinggal di penangkaran mempunyai keingintahuan yang lebih banyak. Mereka aktif mencari hal baru dan menjelajah dengan penuh semangat. Hal ini memengaruhi kemampuan mental mereka.
Pada tantangan yang didesain untuk memecahkan masalah pun, orangutan yang punya rasa ingin tahu akhirnya mendapatkan nilai lebih tinggi daripada rekan mereka yang tidak penasaran.
Ada bukti lainnya lagi. Satu kelompok orangutan yang ditempatkan di sebuah pulau di tengah sungai menemukan 18 cara baru untuk mendapatkan air atau mengeluarkan barang darinya.
Hal ini hampir tidak bisa ditemui di alam liar karena biasanya mereka justru menghindari air yang mengalir. Orangutan liar belajar hampir semua ketrampilan mereka dengan meniru induk mereka.
"Mereka tidak berkeliling dan penasaran dengan baerbagai hal," terang Damerius.
Ini masuk akal karena keingintahuan di dunia yang berbahaya akan membunuh mereka. Lebih efisien dan tidak terlalu berisiko jika mereka menerima isyarat dari kelompok mereka yang sudah berpengalaman. Akhirnya, orangutan melakukan kegiatannya dengan rutin dan tidak fokus pada inovasi sama sekali.
Lalu, mengapa di penangkaran hewan justru mendapatkan ketrampilan yang tidak miliki oleh kawanannya di alam liar?
Van Schaik pun menyimpulkan jika di penangkaran, orangutan berada dalam lingkungan yang aman dan stabil tanpa gangguan kelaparan dan predator. Ini memberi mereka waktu dan kesempatan untuk mengeksplorasi. Mereka juga bertemu dengan manusia yang menjadi model peran seperti yang dilakukan induk di alam bebas. Itu mungkin kenapa orangutan yang ada di penangkaran lebih cerdas dibandingkan yang berada di alam liar.
Di penangkaran, mereka memilki kemampuan bervariasi untuk memecahkan masalah mereka. Temuan ini tentunya menjadi hal yang menarik bukan hanya karena subyek rasa ingin tahu hewan yang jarang dipelajari, tetapi perilaku kera ini pun juga bisa memberikan pandangan baru untuk memahami evolusi manusia.
(Baca juga: Teknologi-teknologi Canggih untuk Melawan Kejahatan Satwa Liar)
"Nenek moyang kita telah mengembangkan otak besar, tubuh tegak serta penggunaan alat-alat dasar sebelum mereka mengembangkan bahasa, seni dan inovasi budaya yang lebih canggih lainnya. Apa yang memicu semua itu mungkin ada kaitannya dengan keingintahuan," kata van Schaik.
Itu semua, menurut Allison Kaufman dari peneliti University of Connecticut, tidak akan berjalan maksimal tanpa adanya lingkungan yang tepat.
"Seperti orangutan, kreativitas manusia hanya berkembang di lingkungan yang tepat. Sulit diciptakan tanpa alat, waktu dan kondisi yang stabil," kata Kaufman.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenapa Orangutan di Penangkaran Lebih Cerdas daripada di Alam?"
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR