Nationalgeographic.co.id - Selama bumi ini mengelilingi matahari, setidaknya ada lima kepunahan massal keanekaragaman hayati yang menandai silih bergantinya penguasa di atasnya. Kepunahan massal pertama yang terjadi sekitar 445 juta tahun silam ketika Gondwana, satu-satunya benua saat itu, berada di kutub selatan.
Berangsur-angsur, kepunahan kedua terjadi sekitar 360 juta tahun yang lalu yang menyebabkan tewasnya 75 persen makhluk hidup. Ketiga, keempat, dan kelima, mengakhiri peradaban hewan-hewan besar. Bahkan yang kelima ini disebabkan jatuhnya meteor besar di Teluk Meksiko.
Mereka yang telah punah dalam peristiwa ini lantaran fenomena alam yang ekstrem yang dihadapinya. Sementara kita, berada di waktu Kepunahan Massal Keenam sedang berlangsung yang sudah diperingatkan banyak ilmuwan karena ulah kita sendiri.
Baca Juga: Kepunahan Massal 445 Juta Tahun Silam, Seperti Apa Lingkungannya?
Penelitian terbaru menjadi informasi yang menekankan kita untuk menyadari peristiwa ini. Sebuah makalah diterbitkan di jurnal Biological Review, Senin (10/01/2022).
"Tingkat kepunahan spesies yang meningkat drastis dan penurunan limpahan banyak populasi hewan dan tumbuhan didokumentasikan dengan baik, tetapi masih ada yang menyangkal bahwa fenomena ini sama dengan kepunahan massal," terang Robert Cowie, penulis utama studi dan profesor di Pacific Biosciences Research Center, University of Hawaii.
Ia berpendapat, pandangan yang menyangkal kepunahan massal keenam yang sedang terjadi ini didasarkan pandangan yang bias terhadap krisis yang berfokus pada mamalia dan burung, serta mengabaikan invertebrata.
Maka dari itu, penelitian ini memuat pendataan terkait ragam spesies di dunia termasuk invertebrata untuk menyimpulkan temuan ini. Para peneliti juga mengekstrapolasi dari perkiraan yang diperoleh untuk siput laut dan darat.
Baca Juga: Kabar Garda Sains Terdepan: Pari Manta Indonesia Terancam Punah
Hasilnya, diperkirakan sejak 1500-an antara 7,5 dan 13 persen dari dua juta speises mahluk hidup yang diketahui telah hilang, atau ada 150.000 hingga 260.000 spesies telah punah dari planet ini.
"Termasuk inveretebrata adalah kunci untuk mengonfirmasi bahwa kita memang menyaksikan awal Kepunahan Massal Keenam dalam sejarah bumi," lanjut Cowie lewat rilis.
Dalam temuannya, walau spesies laut menghadapi ancaman yang signifikan, ternyata situasi tidak sama di berbagai tempat. Tidak ditemukan oleh mereka ancaman krisis kepunahan memengaruhi lautan pada tingkat ancaman yang sama seperti di daratan.
Salah satu kasus, Cowie mengambil contoh, spesies makhluk hidup di pulau seperti di Kepulauan Hawaii ternyata lebih terpengaruh pada ancaman-ancaman kepunahan daripada spesies kontinental. Tumbuhan di pulau juga terpengaruh lebih rendah dibanding hewan darat.
Baca Juga: Kepunahan Masa Kelam Usai Hujan Meteor yang Memusnahkan Dinosaurus
Apa yang Cowie dan tim penelitiannya lakukan tidak hanya mengungkap berapa dan bagaimana spesies punah pada kondisi tertentu akibat pengaruh ancaman kepunahan, tetapi juga mengungkap dan menjabarkan seperti apa pandangan mereka yang menyangkal.
"Manusia adalah satu-satunya spesies yang mampu memanipulasi biosfer dalam skala besar," ujar Cowie. "Kita bukan hanya spesies berbeda yang berevolusi dalam menghadapi pengaruh eksternal. Sebaliknya kita adalah satu-satunya spesies yang memiliki pilihan sadar mengenai masa depan kita dan keanekaragaman hayati Bumi."
"Terlepas dari retorika tentang gawatnya krisis, dan meskipun solusi perbaikan ada dan menjadi perhatian para pembuat keputusan, jelas bahwa kemauan politik kurang," papar Cowie.
"Menyangkal krisis, menerimanya tanpa bereaksi, atau bahkan mendorongnya merupakan pelanggaran tanggung jawab bersama umat manusia dan membuka jalan bagi Bumi untuk melanjutkan lintasannya yang menyedihkan menuju Kepunahan Massal Keenam."
Banyak pihak telah berupaya melawan krisis lewat inisiatif konservasi yang telah dilakukan untuk melindungi hewan tertentu. Namun tim berpendapat, inisiatif ini tidak dapat menargetkan semua spesies, dan mereka tidak dapat membalikkan tren kepunahan spesies secara keseluruhan.
Meski demikan, konservasi bukanlah tindakan sia-sia. Mereka menulis, sebab upaya ini dapat "menumbuhkan keajaiban" alam dan berguna dalam dokumentasi keanekaragaman hayati sebelum punah.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR