Nationalgeographic.co.id—Wajah Meng Qi habis diacak-acak Raja Kartanegara dari Singasari yang tak sudi bila kerajaannya harus tunduk dan membayar upeti pada Dinasti Yuan. Akibatnya, Kaisar Kublai Khan geram dan segera mengirimkan pasukannya ke Jawa atas sikap tak terhormat Kartanegara.
Dalam catatan Dinasti Yuan, pasukan yang turut dalam invasi ke Jawa adalah 20.000 orang dan seribu kapal. Catatan sejarah kerajaan di Jawa dan beberapa tempat yang bersinggungan dengan ekspedisi itu pun menggambarkan agresi militer besar yang terjadi pada akhir abad ke-13 itu.
Rupanya, bukti ambisi Kekaisaran Mongol menuju Kepulauan Nusantara itu juga tersisa dalam bentuk prasasti di dua lokasi Pulau Serutu, yakni Pasir Kapal dan Pasir Cina.
Tahun 2010, Balai Arkeologi Kalimantan Selatan mendapat kabar dari warga setempat mengenai Prasasti Pasir Kapal yang awalnya terletak di bagian atas lereng bukit, dan jatuh ke posisi yang sekarang akibat perburuan harta karun ilegal di sekitarnya. Prasasti itu menggunakan aksara dan bahasa Tionghoa periode Dinasti Yuan.
Berdasarkan tanggal yang ditulis, prasasti ini dibuat 25 Februari 1293 berdasarkan penanggalan kalender Julian. Menurut para peneliti lewat studi terbaru, penanggalan ini sesuai dengan catatan di Yuanshi (Sejarah Yuan) pada periode dinasti berikutnya.
Makalah itu berjudul "Mongol fleet on the way to Java: First archaeological remains from the Karimata Strait in Indonesia" di jurnal Archaeological Research in Asia edisi Maret 2022
Yuanshi pada tanggal itu menyebutkan, ada tiga orang yang disebut sebagai Shi Bi, Gao Xing, dan Ike Mese (Iqmis atau Yi Hei Mi Shi) sebagai "Sekretariat Eksekutif Fujian" yang diangkat oleh Kublai Khan untuk menaklukkan Pulau Jawa.
Seperti yang dijelaskan di awal, catatan sejarah Yuan yang kerap dipakai menuliskan jumlah pasukan dan kapal yang besar, bersama pasokan makanan untuk setahun yang diberikan kekaisaran.
"Namun, beberapa sejarawan menganggap catatan itu walau ada 20.000 pasukan yang direncanakan untuk dikirim, tetapi berikutnya hanya 5.000 pasukan yang mengikuti ekspedisi ini," tulis para peneliti yang dipimpin Hsiao-chun Hung dari Department of Archaeology and Natural History, Australian National University.
"Pada pendapat lain, jika jumlah pasukan berkurang dari 20.000 menjadi 5.000, semestinya jumlah armada yang berangkat kurang dari 200."
Ternyata, Prasasti Pasir Kapal menyebutkan hanya ada 500 kapal yang berangkat. Tentunya keterangan ini sesuai dengan pendapat banyak sejarawan dan catatan Yuanshi, terang para peneliti. Prasasti Pasir Kapal menjelaskan, tentara Kekaisaran Mongol telah menghabiskan 10 hari di pulau ini sebelum pencatatan.
Sementara Prasasti Pasir Cina di dekat kawasan tenggara Pulau Serutu. Tidak jelas kapan prasasti ini ditulis, tetapi para peneliti memperkirakan ada hubungannya dengan ekspedisi Kekaisaran Mongol ke Jawa.
"Bisa dibayangkan, Prasasti Pasir Cina-1 dan -2 dan Prasasti Pasir Kapal secara kolektif adalah bagian yang sama yang tercatat dalam Dong Xi Yang Kao (Negeri di Samudra Timur dan Barat) yang ditulis oleh Zhang Xie (1574– 1640)," tulis para peneliti.
Zhang Xie menulis, "Ada kolam di perbukitan Karimata, dan sumber air tidak habis-habisnya. Ada prasasti kuno di dinding batu kolam."
Perjalanan panjang yang gagal
Armada itu telah berangkat dari Quanzhou pada 22 Januari 1293 dan singgah di Champa. Tidak jelas berapa lama pasukan Kekaisaran Mongol singgah di Champa, tetapi para sejarawan mengira-ngira tiga hari lamanya.
Ibrahim dan Putranto lewat buku Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam menulis, Champa turut andil dalam menghalangi serangan bangsa Mongol ke Jawa karena hubungan politik. Raja Jaya Simhwarman III yang mengetahui rencana invasi ini melarang mereka transit ke kawasan Champa, hingga setelah terusir Mongol terpaksa non-stop berlayar tanpa bisa bersinggah lagi.
Setelah memasuki perairan Natuna, para peneliti menjelaskan, armada besar ini singgah di Pulau Serutu, Pulau Gelam, dan juga beberapa pulau di Karimata, sekitar satu bulan. Apa yang mereka lakukan di kedua tempat ini begitu lama adalah memperbaiki kapal dan membuat perahu kecil untuk memasuki kawasan sungai.
13 Maret 1293, armada itu tiba di Karimun Jawa, dan invasi dimulai pada 22 Maret ketika mereka tiba di perairan Tuban. Mereka justru terlibat dua kekuatan perang saudara, antara Raden Wijaya dan Kartanegara sampai menewaskan 3.000 prajurit Kekaisaran Mongol.
"Akhirnya, pasukan yang selamat meninggalkan jawa pada bulan ke-4, hari ke-24 (31 Mei 1293). Setelah perjalanan 68 'siang dan malam', mereka tiba di Quanzhou," tulis para peneliti dalam makalah. "Selama waktu ini, lebih dari 100 prajurit Kekaisaran Mongol menetap di Pulau Gelam, tidak berperang di Jawa, atau kembali ke rumah mereka di Tiongkok."
Keberadaan mereka diketahui oleh penjelajah Tiongkok Wang Dayuan yang mengunjungi pulau itu 40 tahun kemudian. Sementara serangan besar ini bagi kerajaan Jawa, menurut Djoko Pramono di Budaya Bahari, dikenalnya senjata mesiu seperti meriam yang berikutnya dipakai oleh Majapahit untuk berperang.
Australian National University menganalisis prasasti ini berdasarkan kajian penelitian lapangan dari Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimatan Timur, dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Baca Juga: Kuasa Hubungan Mancanegara di Masa Silam antara Champa dan Nusantara
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR