Sementara Prasasti Pasir Cina di dekat kawasan tenggara Pulau Serutu. Tidak jelas kapan prasasti ini ditulis, tetapi para peneliti memperkirakan ada hubungannya dengan ekspedisi Kekaisaran Mongol ke Jawa.
"Bisa dibayangkan, Prasasti Pasir Cina-1 dan -2 dan Prasasti Pasir Kapal secara kolektif adalah bagian yang sama yang tercatat dalam Dong Xi Yang Kao (Negeri di Samudra Timur dan Barat) yang ditulis oleh Zhang Xie (1574– 1640)," tulis para peneliti.
Zhang Xie menulis, "Ada kolam di perbukitan Karimata, dan sumber air tidak habis-habisnya. Ada prasasti kuno di dinding batu kolam."
Perjalanan panjang yang gagal
Armada itu telah berangkat dari Quanzhou pada 22 Januari 1293 dan singgah di Champa. Tidak jelas berapa lama pasukan Kekaisaran Mongol singgah di Champa, tetapi para sejarawan mengira-ngira tiga hari lamanya.
Ibrahim dan Putranto lewat buku Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam menulis, Champa turut andil dalam menghalangi serangan bangsa Mongol ke Jawa karena hubungan politik. Raja Jaya Simhwarman III yang mengetahui rencana invasi ini melarang mereka transit ke kawasan Champa, hingga setelah terusir Mongol terpaksa non-stop berlayar tanpa bisa bersinggah lagi.
Setelah memasuki perairan Natuna, para peneliti menjelaskan, armada besar ini singgah di Pulau Serutu, Pulau Gelam, dan juga beberapa pulau di Karimata, sekitar satu bulan. Apa yang mereka lakukan di kedua tempat ini begitu lama adalah memperbaiki kapal dan membuat perahu kecil untuk memasuki kawasan sungai.
13 Maret 1293, armada itu tiba di Karimun Jawa, dan invasi dimulai pada 22 Maret ketika mereka tiba di perairan Tuban. Mereka justru terlibat dua kekuatan perang saudara, antara Raden Wijaya dan Kartanegara sampai menewaskan 3.000 prajurit Kekaisaran Mongol.
"Akhirnya, pasukan yang selamat meninggalkan jawa pada bulan ke-4, hari ke-24 (31 Mei 1293). Setelah perjalanan 68 'siang dan malam', mereka tiba di Quanzhou," tulis para peneliti dalam makalah. "Selama waktu ini, lebih dari 100 prajurit Kekaisaran Mongol menetap di Pulau Gelam, tidak berperang di Jawa, atau kembali ke rumah mereka di Tiongkok."
Keberadaan mereka diketahui oleh penjelajah Tiongkok Wang Dayuan yang mengunjungi pulau itu 40 tahun kemudian. Sementara serangan besar ini bagi kerajaan Jawa, menurut Djoko Pramono di Budaya Bahari, dikenalnya senjata mesiu seperti meriam yang berikutnya dipakai oleh Majapahit untuk berperang.
Australian National University menganalisis prasasti ini berdasarkan kajian penelitian lapangan dari Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimatan Timur, dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Baca Juga: Kuasa Hubungan Mancanegara di Masa Silam antara Champa dan Nusantara
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR