Nationalgeographic.co.id—Bekerja menjadi seorang pelayan Kaisar, nampaknya menjadi impian sebagian orang karena bisa terus dekat dengan pemimpin. Tapi apa jadinya jika syarat menjadi seorang pelayan Kaisar, harus memiliki organ vital besar?
Inilah kisah Elagabalus, kaisar Romawi yang tak biasa. Mungkin kedengarannya saat ini terasa aneh, namun zaman Romawi kuno, itu benar terjadi. Seperti dikutip History of Yesterday, orang Romawi terbiasa dengan gaya hidup dekaden dan ekses seksual Kaisar mereka. Dari seks inses hingga homoseksualitas dan persetubuhan, Kaisar Romawi mempraktikkan semua hal tersebut.
Kaisar remaja Elagabalus (204–222) memang mengejutkan orang Romawi. Dalam masyarakat yang memuja maskulinitas di atas segalanya, feminitas berlebihan Elagabalus mengangkat banyak alis.
Dia mengenakan gaun dan riasan sutra impor China. Dia mencabuti tubuhnya. Dia suka berpakaian sebagai wanita, memakai payudara palsu, dan menggunakan wig. Dia menawarkan kekayaan kepada siapa saja yang bisa mengubah penisnya menjadi vagina.
Meskipun dia harus menikahi wanita, hatinya mencintai Hierocles, seorang pembalap kereta. Dia akan berjalan dengan dia di sekitar Roma dan memanggilnya seorang suami, dan berkata: "Saya bangga disebut istri, nyonya, ratu Hierocles."
Terlepas dari cintanya pada Hierocles, Elagabalus berulang kali tidak setia. Dia senang ditangkap oleh Hierocles dan dihukum karena kelakuan buruknya. Elagabalus percaya pada meritokrasi. Bahkan dia memerintahkan pelayan untuk mencari pria dengan penis besar untuk mempekerjakan mereka sebagai pelayan dan pejabat. Salah satu pria ini, Aurelius Zoticus, sangat diberkahi dan bahkan menjadi kekasihnya.
Pemerintahan singkat Elagabalus
Elagabalus naik takhta pada usia empat belas tahun dan memerintah hanya selama empat tahun dari 218 hingga 222. Dia berperilaku seperti remaja manja yang super kaya.
Pernikahan dengan Perawan Vestal, senator wanita, dan pemujaan dewa matahari
Nenek Elagabalus, Julia Maesa (160–224) memiliki keinginan yang tak terpuaskan akan kekuasaan. Setelah pembunuhan keponakannya, Kaisar Caracalla, pada tahun 217, dia bersekongkol agar Elagabalus memenangkan tahta pada tahun 218.
Sayangnya untuk Elagabalus, masyarakat Romawi yang hiper-maskulin tidak menerima kaisar transgender. Elagabalus kehilangan dukungan tentara dan rakyat Romawi. Hingga akhirnya dirinya dan sang nenek tewas terbunuh. Memori kehidupan perihal Elagabalus juga dihilangkan.
Senat mengeluarkan kutukan memori itu untuk menghapus bukti keberadaan Elagabalus. Jadi, intinya Elagabalus adalah kebalikan dari apa yang diharapkan dan diterima masyarakat Romawi. Orang-orang sezamannya membencinya dan sejarah memfitnah Elagabalus karena menjadi dirinya yang sebenarnya.
Persepsi Elagabalus menjadi lebih baik dalam beberapa abad terakhir. Pada abad ke-19, gerakan Dekaden memilihnya sebagai anti-pahlawannya. Saat ini, Elagabalus adalah salah satu ikon sejarah gerakan LGBTQ.
Baca Juga: Telisik Pola Hunian Berdasar Kelas Sosial-Ekonomi Masyarakat Romawi
Source | : | History of Yesterday |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR