Nationalgeographic.co.id—Bhumi Mataram, sebuah pusat administrasi yang cukup megah bagi kerajaan Mataram bercorak Hindu. Hidup di zaman kuno, sekitar abad ke-8, Mataram berkuasa di Jawa Tengah. Di sekitar Kedu dan Prambanan.
Sanjaya yang dalam Canggal berangka tahun 729 M, digambarkan memprakarsai pendirian Mataram. membawa pengaruh Hindu, berdiri sebuah mahakarya, Candi Prambanan yang eksotik dan fenomenal. Bercorak langgam kepercayaan Hindu.
Saat tahta kerajaan dipegang oleh Mpu Sindok, Mataram mengalami perubahan yang signifikan. Ia melakukan pemindahan kekuasaan dari Jawa Tengah menuju ke Jawa Timur. Lantas, mengapa Mpu Sindok melakukan pemindahan itu?
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Dwi Lukitawati, dalam jurnal LPPM STKIP PGRI Sidoarjo, yang publish pada tahun 2013. Jurnalnya berjudul Perpindahan Kerajaan Mataram Hindu Jawa Tengah ke Jawa Timur Abad X Ditinjau dari Aspek Ekonomi.
Ia menyebutkan bahwa faktor utama yang melandasi keputusan Mpu Sindok memindahkan kekuasaannya ke Jawa Timur, disebabkan oleh faktor ekonomi kerajaan.
"Keadaan wilayah Jawa Timur berbeda dengan Jawa Tengah, di Jawa Timur ada dua sungai besar yang mengalir ke laut, yaitu Bengawan Solo dan Sungai Brantas," jelas Dwi Lukitawati.
Menurut Dwi, pada abad ke-10, sungai-sungai itu dengan mudah dilayari oleh kapal-kapal besar hingga sampai wilayah pedalaman Mojokerto, sedangkan perahu-perahu kecil dapat berlayar lebih jauh lagi ke wilayah pedalaman sampai di Kediri.
Keberadaan sungai-sungai besar di Jawa Timur yang dapat dilayari oleh perahu-perahu besar sampai jauh di dareah pedalaman, menjadikan wilayah Jawa Timur lebih menguntungkan untuk aktivitas perdagangan.
Melihat peluang dalam berbisnis, agaknya mendorong hasrat Mpu Sindok untuk menggairahkan kembali perekonomian Mataram yang melemah akibat perang dan bencana alam.
Prasasti Kamalagyan yang berangka tahun 1037 M, menyebutkan adanya pelabuhan Hujung Galuh yang banyak didatangi oleh para pedagang dari banyak pulau-pulau di wilayah Nusantara.
"Para penguasa Mataram Hindu Jawa Tengah melihat bahwa pelabuhannya di Bergota dari tahun ke tahun semakin dangkal dan sempit akibat abrasi pantai," lanjutnya.
van Bemmelen, seorang kartograf Hindia-Belanda, memetakan kota Semarang dari 1940-1941 sebagai lembar peta Semarang-Ungaran sheet 73-74 skala 1:100.000. Van Bemmelen mengeluarkan peta kota itu dari tahu 1695-1940.
"Peta-peta ini dengan jelas menggambarkan abrasi pantai dari tahun ke tahun. Pantai bertambah maju 8 meter per tahun, bahkan sejak 1847 menjadi 12 meter per tahun," sebut Dwi.
Abrasi dan semakin mendangkalnya pelabuhan-pelabuhan di Jawa Tengah, melumpuhkan geliat ekonomi Mataram di Jawa Tengah. Kapal-kapal tidak dapat berlabuh di bandar Pelabuhan Bergota yang mengakibatkan perniagaan Kerajaan Mataram Hindu Jawa Tengah menjadi mati.
Paul Michel Munoz jurnal karya Dwi, berpendapat bahwa perpindahan Kerajaan Mataram Hindu Jawa Tengah ke Jawa Timur karena sebuah hasrat untuk mendapat keuntungan dari kesempatan perdagangan yang ada di wilayah pesisir timur laut dan wilayah Delta Brantas sangat efektif untuk kegiatan perdagangan.
Baca Juga: Singkap Fakta Letusan Merapi, Alasan Mpu Sindok Memindahkan Mataram
Baca Juga: Prasasti Mpu Sindok Ditemukan di Situs Gemekan, Apakah Isinya Kutukan?
Sejak 928 M, pemusatan penduduk telah berpindah ke wilayah Jawa Timur, khususnya di sebelah timur Sungai Brantas. Jawa Timur dengan wilayah dataran yang luas dan subur, menghasilkan banyak beras yang dapat dikonsumsi rakyat. Beras dari Jawa Timur dibawa ke Sulawesi hingga Maluku.
Rakyat di daerah pesisir Jawa Timur juga merupakan kaum pelaut yang ulung, sehingga menjelajahi laut-laut Indonesia dan mengadakan perdagangan sampai Semenanjung Malaysia hingga Tiongkok.
"Kerajaan Mataram Hindu telah mengalami perkembangan yang pesat setelah dipindah di wilayah Jawa Timur," tutup Dwi Lukitawati. Selain produktivitas beras meningkat, perniagaan Mataram menjadi lebih bergairah lagi di Sungai Brantas dan mancanegara.
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
Source | : | jurnal LPPM STKIP PGRI Sidoarjo |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR