Nationalgeographic.co.id—Safron dikenal sebagai rempah termahal di dunia. Rempah ini dihasilkan dari ekstrak bunga safron crocus atau Crocus sativus. Pemanfaatkan safron telah dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu kala.
Hasil studi baru mengungkapkan safron berasal dari Zaman Perunggu Yunani sekitar tahun 1700 SM atau lebih awal. Studi ini telah dipublikasikan di jurnal Frontiers in Plant Science dengan judul Ancient Artworks and Crocus Genetics Both Support Saffron’s Origin in Early Greece pada 25 Februari 2022.
Ludwin Mann dari Technische Universität Dresden, Jerman dalam pernyataannya mengatakan asal usul domestikasi safron ini diketahui dari karya seni kuno dan genetika. Dilansir dari The Independent, para peneliti mengatakan spesies ini sulit untuk dipelajari secara genetik karena memiliki tiga salinan dari setiap kromosom, bukan dua seperti biasanya.
Spesies ini juga memiliki genom besar dengan presentase tinggi dari DNA berulang yang sulit diurutkan. Karena sisa-sisa Crocus purba tidak terawetkan, para ilmuwan menilai karya seni kuno yang dapat menggambarkan tanaman seperti safron. Harapannya dapat menemukan daerah tertentu tempat tanaman itu tumbuh di alam liar.
Ada sekitar 250 spesies dalam genus Crocus. Tersebar di Eropa Selatan dan Tengah, Afrika Utara hingga Tiongkok barat. Tidak seperti safron domestikasi yang hanya dapat diperbanyak secara aseksual dengan bantuan manusia, para peneliti mengatakan bahwa banyak spesies Crocus bereproduksi secara seksual di alam liar.
Penggunaan crocus liar pertama yang diketahui oleh manusia adalah sebagai pigmen untuk lukisan gua, sekitar 50.000 tahun yang lalu di Irak modern. Teks-teks kuno dari Sumeria, Asyur, dan Babilonia juga menggambarkan penggunaan crocus liar dalam pengobatan dan sebagai pewarna.
Saat ini tanaman tumbuh di berbagai belahan dunia, digunakan untuk memasak, parfum dan pewarna kuning. Para ahli menambahkan karya seni dari peradaban Minoa di Yunani kuno kemungkinan yang tertua dengan penggambaran domestikasi safron.
Lebih lanjut, melansir Sci News, penggunaan pertama kata safron berasal dari abad ke-12 dengan istilah Prancis kuno safran. Kata safran berasal dari Bahasa Latin safranum, Bahasa Arab za’farān dan Bahasa Persia zarparan dengan arti emas yang dirangkai.
Terkait dengan karya seni kuno yang menggambarkan safron, para ahli menambahkan contoh lain. Misalnya, tambalan bunga crocus di lukisan dinding ‘The Saffron Gatherers’ dari pulau Santorini sekitar tahun 1600 SM. Lukisan dinding lain di pulau yang sama, 'The Adorants,' menunjukkan bunga dengan stigma (kepala putik) panjang berwarna merah tua yang menutupi kelopak ungu gelap, khas safron domestikasi.
Baca Juga: Kisah Rokok Tembakau Tiba di Nusantara dan Peleburannya dengan Rempah
Baca Juga: Selidik Jalur Rempah, Jaringan Dagang dan Dakwah Islam di Nusantara
Baca Juga: Cerita Para Jamaah Haji Perempuan Menyusuri Jalur Rempah ke Kota Suci
"Bunga dengan ciri-ciri ini juga digambarkan pada keramik dan kain dari Zaman Perunggu Yunani, dan secara simbolis ditampilkan dalam ideogram untuk safron dalam naskah kuno Linear B. Di Mesir, makam dari abad ke-15 dan ke-14 SM menggambarkan bagaimana duta besar dari Kreta membawa upeti dalam bentuk tekstil yang diwarnai dengan safron,” ungkap para ahli.
Hasil studi genetik pada 2019 menunjukkan bahwa Crocus cartwrightianus yang hanya ada di daratan Yunani dan Kreta, adalah kerabat liar terdekat safron. Crocus modern dengan tiga genomnya muncul secara alami dari alam liar, baik secara eksklusif dari Crocus cartwrightianus atau dari hibrida antara Crocus cartwrightianus dan spesies crocus lainnya.
“Kami akan terus melacak segala hal yang berkaitan dengan safron. Di seluruh dunia saat ini, semua crocus safron secara efektif adalah klon yang berasal dari kemunculan safron di Yunani kuno,” kata Dr. Tony Heitkam, pemimpin kelompok Genomik Tanaman di Technische Universität Dresden.
“Meskipun memiliki genom yang sama, safron dapat memiliki sifat yang berbeda tergantung pada wilayahnya. Kami telah mulai menyelidiki penyebab molekuler, khususnya yang disebut perbedaan 'epigenetik', untuk variasi regional ini,” tambahnya.
Source | : | The Independent,Sci News |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR