Nationalgeographic.co.id—Beberapa tahun terakhir, pil kontrasepsi (KB) untuk pria telah mulai dikembangkan. Sekarang, ilmuwan di Amerika melaporkan telah berhasil menguji pil kontrasepsi untuk pria pada tikus dengan efektivitas mencapai 99 persen.
Temuan tersebut telah dipresentasikan di pertemuan musim semi American Chemical Society (ACS) tahun ini pada 23 Maret 2022. ACS Spring 2022 adalah pertemuan hibrida yang diadakan secara virtual dan tatap muka 20-24 Maret, dengan akses sesuai permintaan tersedia 21 Maret-8 April. Pertemuan ini menampilkan lebih dari 12.000 presentasi tentang berbagai topik sains.
Pengujian tersebut menandai langkah kunci dalam upaya untuk memperluas pilihan kontrasepsi untuk pria. Tidak hanya itu, temuan tersebut juga menjadi awal berbagi beban pengendalian kelahiran yang lebih baik dengan wanita.
Meskipun ada banyak pilihan bagi wanita untuk mengontrol siklus menstruasi mereka, sejauh ini hanya ada dua pilihan efektif yang tersedia dalam hal kontrasepsi pria, yaitu kondom atau vasektomi (prosedur pembedahan). Namun, masalahnya kondom hanya untuk sekali pakai, dan vasektomi tidak mudah dibatalkan atau dianggap sebagai bentuk permanen dari sterilisasi pria.
Vasektomi, meski terkadang dapat dibalik, operasi pembalikan mahal dan tidak selalu berhasil. Oleh karena itu, laki-laki membutuhkan alat kontrasepsi yang efektif, tahan lama, tetapi reversibel, seperti halnya pil KB untuk wanita.
Jadi para peneliti telah berupaya mengembangkan kontrasepsi pria yang efektif, tahan lama, dan dapat dibalik, mirip dengan pil KB untuk wanita. "Para ilmuwan telah mencoba selama beberapa dekade untuk mengembangkan kontrasepsi oral pria yang efektif, tetapi masih belum ada pil yang disetujui di pasaran,” kata Md Abdullah Al Noman, mahasiswa pascasarjana yang mempresentasikan laporan penelitian tersebut.
Sebagian besar senyawa yang saat ini menjalani uji klinis menargetkan testosteron hormon seks pria, yang dapat menyebabkan efek samping seperti penambahan berat badan, depresi dan peningkatan kadar kolesterol low-density lipoprotein (dikenal sebagai LDL). "Kami ingin mengembangkan alat kontrasepsi non-hormonal pria untuk menghindari efek samping ini," kata Noman, yang bekerja di lab Profesor Gunda Georg di University of Minnesota.
Untuk mengembangkan obat non-hormonal, timnya menargetkan protein yang disebut retinoic acid receptor (RAR) alpha. Di dalam tubuh, vitamin A diubah menjadi berbagai bentuk, termasuk asam retinoat, yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan sel, pembentukan sperma, dan perkembangan embrio.
Asam retinoat perlu berinteraksi dengan RAR-alpha untuk melakukan fungsi-fungsi ini, dan melumpuhkan gen RAR-α pada tikus jantan membuatnya steril, tanpa efek samping yang jelas. Jadi, para ilmuwan mengembangkan senyawa yang menghalangi aksi RAR-alpha. Mereka mengidentifikasi struktur molekul terbaik dengan bantuan model komputer.
Baca Juga: Kondom di Zaman Kuno Terbuat dari Kain, Seperti Apa Bentuknya?
Baca Juga: Alat Kontrasepsi: Kenali Jenisnya, Kelebihan, dan Kekurangannya
Baca Juga: Wajah Lain Kondom di Kuba, Ikat Rambut Hingga Penutup Botol Anggur
Bahan kimia yang digunakan, yang dikenal sebagai YCT529, dirancang untuk berinteraksi secara khusus dengan RAR-alpha, dan bukan dua reseptor terkait lainnya, untuk meminimalkan potensi efek samping. Diberikan secara oral kepada tikus jantan selama 4 minggu.
Obat tersebut secara dramatis mengurangi jumlah sperma dan 99 persen efektif dalam mencegah kehamilan, tanpa ada efek samping yang teramati. Tikus-tikus tersebut dapat menjadi ayah dari anak-anaknya lagi 4 sampai 6 minggu setelah mereka berhenti menerima senyawa tersebut.
Namun demikian, Profesor Gunda Georg yang memimpin penelitian mengatakan kepada AFP, hasil pada tikus tidak menjamin bahwa obat itu aman dan efektif pada manusia. Timnya telah bermitra dengan perusahaan swasta, YourChoice Therapeutics, yang bertujuan untuk memulai uji coba pada manusia di negara itu pada kuartal ketiga atau keempat tahun 2022.
"Saya optimis ini akan bergerak maju dengan cepat," kata Georg.
Ia juga menyarankan kemungkinan garis waktu pil tersebut bisa masuk ke pasar, paling tidak dalam lima tahun atau kurang. "Tidak ada jaminan bahwa itu akan berhasil, tapi saya akan sangat terkejut jika kita tidak melihat efeknya pada manusia juga," katanya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | AFP,American Chemical Society |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR