Selain menggunakan lontar, kita membutuhkan pengrupak atau pengutik yang merupakan alat untuk mengukir atau menggores. Setelah penggoresan pada daun, minyak hasil kemiri yang dibakar dioleskan pada daun yang telah digores. Dalam hal ini minyak kemiri digunakan sebagai tinta tradisional.
Penggoresan perlu memerhatikan tekanan supaya menghindari kerusakan pada lontar dan akses minyak kemiri yang diserap daun.
Perjalanan Media Lontar dari Jawa ke Bali
Pada awalnya, media lontar ini merupakan peradaban yang ada di Jawa. Namun, seiring migrasi orng-orang Jawa ke arah timur—seperti Bali— budaya ini jarang ditemui di Jawa. Pada kenyataannya, hari ini tidak banyak orang yang tahu, apalagi melestarikan tradisi menulis lontar ini khususnya di Jawa.
Pada akhir Maret silam, para pegiat Komunitas Salatiga Heritage melalui program mereka yang diberi nama Kalantara Project, telah menyelenggarakan lokakarya menulis pada lontar. Masyarakat umum mengikutinya saat acara Gelaran Kuliner dan Budaya Kelurahan Kutowinangun Kidul, Salatiga.
Para pegiat Salatiga Heritage memberikan arahan dan penjelasan mengenai sejarah tradisi menulis pada lontar kepada para peserta. Bahkan, peserta turut berkreasi menulis dengan lontar.
Warin Darsono, salah satu pegiat Salatiga Heritage, mengungkapkan bahwa para pesertanya tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak muda atau pelajar. Kegiatan ini memang ditujukan "supaya mereka mengenal tradisi menulis pada masa silam yang bahkan mungkin mereka belum pernah ketahui sebelumnya."
"Biasanya, mereka akan menceritakannya kepada teman-teman mereka," imbuhnya. "Karena kami memgajari mereka dengan cara yang unik dan tidak membosankan seperti menggabungkan workshop menulis dengan narasi sejarah dan gim-gim seru.”
Lontar yang digunakan adalah lontar muda untuk pemula. Selain lontar, pegiat Salatiga Heritage juga memperkenalkan daluang yang merupakan kertas asli Nusantara.
Penulis | : | Ratu Haiu Dianee |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR